"Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat),yang mulia lagi berbakti" (QS. 80:11-16) 

"Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh." (QS. 85:21-22) 

"Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam." (QS. 56:77-80) 

Sesungguhnya Allahlah yang menurunkan Al-Quran dan Allah pula yang akan menjaganya. Berkali-kali Allah menegaskan kesucian Al quran dan jaminan akan kemurnian dan keotentikannya, jaminan keaslian Alquran bukanlah sesuatu yang Allah berikan adakadabra, yang turun begitu saja tanpa dipahami oleh akal manusia. Islam tidak pernah mengatakan bahwa seseorang bisa terinspirasi oleh Tuhan dan menuliskan kembali isi kitab yang hilang atau diubah, sebagaimana dipahami oleh orang orang kristen. 

Sejarah penulisan wahyu dan penjagaannya amat mudah dipahami oleh akal, Allah tidak pernah memberikan otoritas kepada satu orangpun didunia ini kecuali Muhammad SAW untuk menulis atau mengajarkan Al-Quran, sehingga tidak ada satupun orang didalam Islam yang bisa mengubah seenaknya isi di dalam Al-Quran dengan alasan mendapat petunjuk, ilham atau apapun juga, kecuali Allah telah memperlihatkan kepada kita semua bahwa Allah menjaga Alquran dengan lintasan sejarah yang gamblang dengan bukti bukti sejarah yang tak terbantahkan serta dengan ilmu yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. 

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. 15:9) 

PENULISAN AL-QURAN PADA JAMAN RASULULLAH SAW
Sejarah mencatat setidaknya ada empat orang sahabat yang diberi otoritas langsung oleh Rasulullah SAW untuk menuliskan wahyu yang diturunkan dengan di diektekan secara langsung oleh Rasulullah SAW. 

"Dari Qatadah ia berkata, saya bertanya kepada Anas Ibnu Malik: "Siapa yang mengumpulkan Alquran pada zaman nabi? dia berkata: " empat orang, mereka semua dari kaum anshar: Ubay bin Ka'ab, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, dan Abu Zayd. (Bukhari, Kitab Fada’ilu’l-Qur’an) 

Beberapa orang mengunjungi Zaid bin Tsabit, dan memintanya untuk menceritakan beberapa cerita mengenai Rasulullah. Dia menjawab: "Saya adalah tetangga Rasulullah Saw, dan ketika wahyu datang kepadanya dia memanggilku dan aku datang kepadanya dan aku menuliskannya (wahyu tersebut) untuknya. (Tirmidhi, Mishkat al-Masabih, No. 5823) 

Disamping itu banyak sahabat yang juga , menulis sendiri apa yang dia dapat dari Rasulullah SAW. 

Rasulullah Saw ketika di madinah mempunyai 48 penulis yang bertugas menulis untuknya  (M.M. Azami, Kuttab al-Nabi,Beirut, 1974) 

"Dan berkata kepada kami Yahya bin yahya Attamiimy ia mengatakan saya belajar dari malik dari Zaid bin Aslam dar al-Qa 'qaa' bin Hakim dari Abi Yunus pembantu Aisyah dia mengatakan: Aisyah menyuruhku menulis untuknya mushaf dan ia mengatakan jika sudah sampai pada ayat ini maka panggilah saya "Jagalah oleh kalian Sholat-sholat kalian dan shalat pertengahan", maka ketika sudah sampai pada ayat ini aku memanggilnya (Aisyah) dan ia mendiktekannya kepadaku "Jagalah oleh kalian shalat shalat kalian dan shalat pertengahan serta shalat ashar dan berdirilah dengan khusyu", Aisyah mengatakan saya mendengarnya dari Rasulullah SAW"  [HR. Muslim] 

Penulisan Quran juga tidak berlangsung lama berselang setelah wahyu turun tapi segera Rasul menyuruh untuk menuliskannya, ini untuk menjaga orisinalitas Quran itu sendiri. 

"Dari Ubaidullah kepada kami dari musa dari israil dari abi ishaq dari al barraa' ia mengatakan Ketika turun ayat "Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri dari para mukmin dengan mereka yang berjihad dijalan Allah", nabi SAW berkata panggilkan untukku Zaid dengan membawa batu tulis dan tinta serta tulang, atau tulang dan tinta kemudian berkata: Tulislah "Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri dari para mukmin dengan mereka yang berjihad dijalan Allah" [HR. Bukhari] 

Tidak hanya itu Rasulullah juga memerintahkan para sahabat untuk tidak menuliskan sesuatupun yang berasal dari mulut beliau kecuali Alquran. 

Berkata kepada kami dari haddaab bin Khaalid al Azdy, berkata kepada kami hammaam dari zaid bin Aslam dar Athaa bin Yasar dar Abi Sa'id Al khudry, bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Janganlah kalian menulis apa apa dariku, barangsiapa yang menulis dariku selain al-Quran maka hendaklah ia menghapusnya, dan berbicaralah tentang diriku dan itu diperbolehkan, dan barangsiapa dengan sengaja berbohong atas diriku maka bersiap siaplah untuk tinggal diatas neraka" [HR. Muslim] 

Hal ini menjadi wajar dan amat tepat sebab tidak ada yang bisa menjamin bahwa Hadits dan Al-Quran tidak bercampur aduk satu sama lainnya sehingga untuk mencegah hal ini maka Rasulullah dengan petunjuk Allah melarang penulisan apapun dari Rasul kecuali Al-Quran. 

PARA HAFIZ - PENGHAPAL AL-QURAN   
Selain penulisan Alquran, sejarah keotentikan Al quran juga tidak bisa lepas dari para penghafal Quran, beberapa riwayat dengan jelas dan gamblang menyatakan bahwa banyak sahabat yang menghapal al Quran dan membacanya di hadapan Rasulullah Saw: 

Diriwayatkan daripada Abdullah bin Mas'ud r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda kepadaku: Bacakan al-Quran kepadaku. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, adakah aku harus membacakan al-Quran kepada kamu, sedangkan al-Quran itu diturunkan kepada kamu! Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya aku suka mendengarnya dari orang lain. Lantas aku membaca surah An-Nisa' sehinggalah aku sampai pada ayat: Yang bermaksud: Dan kami datangkan kamu (wahai Muhammad) untuk menjadi saksi terhadap mereka (umatmu). Kemudian aku mengangkatkan kepalaku atau secara tiba-tiba seseorang berada di sampingku, ketika itu aku mengangkatkan kepala dan aku melihat baginda mengalirkan air matanya [HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad, Tirmidzi] 

Diriwayatkan daripada Abdullah Ibnu Mas'ud r.a katanya: Ketika aku berada di Himis beberapa orang penduduk berkata kepadaku: Bacakan al-Quran kepada kami. Lalu aku membaca Surah Yusuf di hadapan mereka. Abdullah berkata lagi: Lalu salah seorang dari kaum itu berkata: Demi Allah! Bukan demikian ianya diturunkan. Aku mengatakan kepada mereka: Celaka kamu! Demi Allah, Sesungguhnya aku pernah membaca sebegitu di hadapan Rasulullah s.a.w. Baginda berkata kepadaku: Kamu bagus! [HR. Bukhari-Muslim] 

Allah bahkan melalui rasulnya memberikan reward yang amat besar kepada para penghapal Quran sehingga ini menjadi semacam motivator bagi para sahabat untuk berlomba lomba menghapal Al quran. 

"Barangsiapa yang menghapal Al Quran, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan kepadanya" 
"Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara manusia, para sahabat bertanya, "Siapakah mereka ya Rasulullah ? Rasul menjawab, "Para ahli Quran dan merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya." 
Rasul juga membedakan perlakuan terhadap para penghapal Quran sehingga antara satu dengan yang lainnya derajatnye terletak kepada siapa yang paling baik hapalannya. [HR. Hakim] 

"Adalah nabi mengumpulkan diantara dua orang syuhada uhud kemudian beliau bersabda, " Manakah diantara kedua orang ini yang lebih banyak hapal Al Quran, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya diliang lahat" [HR. Ahmad] 

"Dari Abu hurairah ia berkata, "telah mengutus Rasulullah Saw, sebuah delegasi yang banyak jumlahnya,kemdian Rasul mengetes hapalan mereka, kemudian satu persatu disuruh membaca apa yang sudah dihapal, maka sampailah beliau kepada shahabat yang paling muda usianya, beliau nertanya, "Surat apa yang kau hapal? ia menjawab, "Aku hapal surat ini .... dan surat Al baqarah. "benarkah kau hapal surat Al Baqarah?” , tanya nabi lagi. Shahabat itu lalu, menjawab "Benar". Nabi bersabda, "Berangkatlah kamu dan kamulah pimpin delegasi." [HR. Bukhari] 

Mungkin yang kemudian menjadi pertanyaan bagi kita apakah tidak mungkin seorang penghapal Quran melupakan hapalannya, sehingga itu mungkin saja berpengaruh kepada proses kodifikasi Al Quran pada zaman Shahabat? [HR Atturmudzi dan An Nasa'i] 

Jawaban dari semua itu adalah Rasulullah sudah berulangkali menegaskan bahwa para penghapal Quran telah diberikan suatu peringatan tentang hapalan mereka yang bisa kemungkinan besar akan menghilang. 

"Selalulah kalian bersana Al Quran, Demi jiwa muhammad yang berada ditangan-Nya, sesungguhnya Al Quran itu lebih cepat hilangnya daripada tali onta dalam ikatannya." [HR. Mutafaqun 'alaihi] 

Oleh karenanya Rasul selalu mengingatkan bahwa Al Quran tidak saja untuk dihapal, akan tetapi untuk selalu dibaca berulang ulang kali sehingga ia tidak melupakan apa yang dia hapal. 

"Apabila penghapal Al Quran itu membacanya pada waktu shalat malam dan siang ia akan selalu mengingatnya, dan jika tidak melakukannya ia akan melupakannya." [HR muslim]

"Alangkah jeleknya orang yang mengatakan :Saya lupa ayat ini dan ayat itu.." tetapi hendaknya ia mengatakan: "Saya telah dilupakan." Dan ingatlah kembali hafal Quran itu (dengan mengulangnya), karena itu ia akan mudah lepas dari dada orang yang menghapalnya daripada hewan yang digembala." [HR. Bukhari]

Dari Abu umamah Ra. Ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw . "Bacalah olehmu Al Quran , sesungguhnya ia akan memberi syafaat pada hari kiamat bagi para pembacanya" {HR. Muslim]

Saking seringnya Rasulullah menyuruh seseorang untuk mengulang bacaannya para sahabat memberi catatan khusus tentang ini diantaranya Ibnu Mas'ud yang berkata: 

"Seyogyanya para penghapal Quran dapat diketahui pada waktu malamnya, apabila orang lain sedang tertidur." (Ia berjaga untuk Shalat Tahajud dan membaca Al Quran) 

Bahkan Rasul memberi peringatan yang keras bagi para penghapal yang melupakan hapalannya: 

"Semua pahala umatku diperlihatkan kepadaku, sampai pahala orang yang membuang kotoran(debu) didalam masjid, dan semua dosa umatku juga akan diperlihatkan kepadaku. Maka aku tidak melihat dosa yang paling besar daripada dosa seseorang yang hapal suatu surat atau ayat Al Quran lalu dia melupakannya" [HR Abu Dawud dan Turmudzi] 

Inilah yang kemudian menjadikan Al Quran hidup ditengah kaum muslimin ia hidup bukan hanya didalam kitab kitab yang kemudian hanya dibaca ketika diperlukan akan tetapi ia hidup didalam dada kaum muslimin sehingga tidak sulit bagi kita untuk menemukan para penghapal Quran sejak zaman kenabian hingga sekarang sebagai bukti nyata bahwa Al Quran tidak akan hilang dari peradaban besar kaum muslimin.

Oleh karena banyaknya para penghapal Quran maka Ibnu Taimiyah berkata: 
"Umat kita tidaklah sama dengan ahli kitab yang tidak mau menghapal kitab suci mereka. Bahkan jikalau seluruh mushaf ditiadakan maka Al Quran tetap tersimpan didalam hati kaum muslimin."
Bahkan tradisi menghapal Quran mempunyai riwayat dan asal usul yang jelas sehingga seorang yang sudah menghapal Quran biasanya mempunyai seorang guru yang membimbingnya dan mengajarinya dalam menghapal Quran, bahkan sang guru biasanya mempunyai sanad yang kemudian bersambung sampai Rasulullah Saw. Sehingga hapalannya tidak menyimpang dari apa yang diajarkan Rasulullah. Sebagai contoh seorang hafidzh Quran dapat dilacak keaslian hapalannya dari sanad yang ia terima, salah satu contohnya adalah sanad yang dipunyai Pimpinan Pesantren Al Munawwariyyah Sudimo-Bululawang-Malang. 

H. Muhammad Maftuh Sa'id Malang, Ayahnya H. Muhammad Sa'id Mu'in Gresik, Gurunya Kyai Munawwar Sadayu Gresik, Abdul karim bin Umar al Bari Al Dimyati, Ismail, Ahmad Rasyidi, Mushthafa Al Azimiry, Hijazy, Ali bin Sulaiman Al Mansyuri, Shultom Al Mahzy, Saifudin bin Atho'llah Al Fudhoily, Syahadzah Al Yamany, Nashirudin Al Thoblawy, Zakaria Al Anshory, Ahmad Ashuyuti, muhammad Al Jazry, Imam Abi Abdillah Muhammad bin Khaliq al nashri as Syafii, Abi al Hasan bin syuja bin Salim bin Ali bin Musa Al Abbas Al Mashry, Abi Al Qasim As Syathiby, Abi Al Hasan bin Hudzail, Imam bin Daud bin sulaiman bin Naijah, Al Hafidz Abi Umar Al Dany, Abi Al Hasan Al Ashnany, Ubaidilah As Shibagh, Imam Hafsh, Imam Ashim, Abdurahman As Sullamy, Ali bin Abu Thalib, Zaid bin Tsabit, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka'ab, Rasulullah Saw (Islam Dihujat, Irene Handono, Bima Rodheta, Jakarta) 

Bahkan sampai sekarang tradisi menghapal Quran masih terlihat dengan jelas pada pesantran-pesantren, majelis penghapalan Quran seperti terlihat di masjid Al Hikmah Bangka mampang Jakarta Selatan, bahkan sejumlah perguruan tinggi Islam mempersyaratkan hapalan seluruh isi Quran untuk kelulusannya, contoh dalam hal ini adalah Institut Ilmu-ilmu Al Qur’an di daerah Ciputat, Tangerang. 

PENULISAN QURAN PADA JAMAN ABU BAKAR RA
Penulisan Al Quran sebenarnya sudah dilakukan pada zaman Rasulullah Saw, sedangkan Abu bakar hanya sekedar mengumpulkan shuhuf/catatan yang tercecer dan mengumpulkan para Hufadz yang kemudian di salin kedalam bentuk mushaf yang kemudian menjadi induk dari proses penulisan Quran setelahnya. 

Berkata kepada kami dari Musa bin Isma'il dari Ibrahim bin Sa'ad, berkata kepada kami dari Ibnu Syihab dari 'Ubaid bin As-Sibaq bahwa Zaid bin Tsabit ra mengatakan: Telah datang kepadaku dari abu bakar shiddiq setelah peperangan di yamamah, kebetulan Umar bin Khattab bersamanya, Abu bakar mengatakan: Sungguh Umar telah datang kepadaku dan berkata: "Peperangan telah menyebabkan kematian beberapa penghapal Al Quran, dan saya sangat khawatir jika kematian meluas kebeberapa Qurra' di daerah daerah hingga menyebabkan hilangnya kebanyakan Al Quran, dan saya berpendapat agar engkau segera memerintahkan kodifikasi atas Al Quran." Saya mengatakan kepada Umar: "bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw? Umar berkata : Demi Allah ini adalah sesuatu yang sangat baik", maka Umar tetap memintaku hingga Allah melapangkan dadaku atas hal itu dan aku melihat , masalah itu sebagaimana yang umar lihat." Zaid Berkata: Bahwa Abu bakar mengatakan: "Sesungguhnya engkau seorang yang masih muda lagi cerdas, bukannya kamu menuduhmu, dan engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah Saw, maka cermatilah Al Quran dan lakukanlah kodifikasi". Maka demi Allah seandainya mereka memerintahkanku memindahkan salah satu dari beberapa gunung tidaklah lebih berat dari perintah kodifikasi Quran. Saya berkata bagaimana mungkin kalian melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw? Berkata Abu Bakar: "Demi Allah inilah yang terbaik". Abu Bakar tetap memintaku hingga Allah melapangkan dadaku untuk dapat memahami pendapat Abu Bakar dan Umar, maka segera kulakukan penelusuran dan pengumpulan Al Quran dari rumput dan pelepah pohon serta hafalan para Qurra', sampai saya temukan akhir dari surat At taubah pada Abu Khuzaimah Al Anshary yang tidak terdapat pada surat yang lainnya, Lembaran-lembaran tersebut berada ditangan Abu Bakar hingga beliau wafat, kemudian Umar dan kemudian ditangan Hafsah binti Umar bin Khattab. [HR. Bukhari]

Jadi proses pengumpulan serta penelusuran Al Quran telah berlangsung di zaman Abu Bakar yang di awasi langsung oleh asisten pribadi Rasul dalam menulis wahyu Zaid bin Tsabit, proses penulisan tidak saja berlangsung dari satu sumber akan tetapi melalui pengecekan yang mengakibatkan keabsahan mushaf Al Quran tersebut tidak dapat diganggu gugat karena telah mencerminkan representasi dari berbagai macam sumber yang dapat dipertanggung jawabkan keakuratannya. 

Dalam menjalankan tugasnya Zaid bin Tsabit mempunyai pedoman dalam menentukan keotentikan dalam menentukan suatu naskah artinya ada beberapa faktor yang harus dipenuhi apabila suatu teks bisa dimasukkan sebagai bagian dari Al Quran atau bukan. Penelitian keabsahan suatu teks harus memenuhi syarat-syarat yang Rasulullah ajarkan diantarannya adalah. 

1. Materi tersebut harus benar benar tertulis dalam keadaan Rasulullah Saw hadir ketika penulisan Quran itu berlangsung. Tidak ada satupun materi yang ditulis setelah Rasulullah, dan ditulis sendiri oleh sahabat bisa diterima. 

Hal ini dapat dimengerti sebab tidak tertutup kemungkinan adanya pencampuran antara Al Quran dan Hadits dalam ingatan para sahabat jika hanya mengandalkan hapalan. Oleh karenanya keberadaan teks dalam bentuk tertulis sangat dibutuhkan. 

Berkata kepada kami dari haddaab bin Khaalid al Azdy, berkata kepada kami hammaam dari zaid bin Aslam dar Athaa bin Yasar dar Abi Sa'id Al khudry, bahwa Rasulullah Saw bersabda: "janganlah kalian menulis apa apa dariku, barangsiapa yang menulis dariku selain al-Quran maka hendaklah ia menghapusnya, dan berbicaralah tentang diriku dan itu diperbolehkan, dan barangsiapa dengan sengaja berbohong atas diriku maka bersiap siaplah untuk tinggal diatas neraka" [HR. Muslim]

Zayd ibn Tsâbit berkata: “Kami mencatat Alquran dihadapan Rasul saw. diatas lembaran kulit atau kertas" [HR. Alhakim]

Rasulullah telah memberikan petunjuk bahwa Al Quran adalah satu satunya materi yang diperintahkan untuk ditulis. Sehingga keberadaan teks Quran dalam bentuk materi tulisan adalah suatu hal yang niscaya. 

Pendapat ini juga dibenarkan Al Hakim: "menurut pendapat dua imam (Bukhari dan Muslim) tradisi ini selalu dilakukan, sekalipun mereka tidak menyebutkannya. (Muhammad b. ' Abd Allah al-Hakim al-Nisapiuri, Al-Mustadrak 'ala al-Sahihayn fi al-Hadith wa fi Dhaylihi Talkhis al-Mustadrak, 4 vols. (Riyadh: Maktabat wa Matba'at al-Nasr al-Hadithah, n.d.), vol. 2, p. 611) 

Quran telah diturunkan pada priode 23 tahun dan telah ditulis semuanya pada saat Rasulullah masih hidup, sekalipun ayat ayat tersebut tidak disatukan dalam satu mushaf pada saat itu . 

Adalah kebiasaan Rasulullah Saw untuk meminta penulis wahyu untuk membaca kembali ayat tersebut setelah menuliskannya, menurut Zaid bin Tsabit, jika ada kesalahan dari penulisan dia membetulkannya, setelah selesai barulah Rasulullah Saw membolehkan menyebarkan ayat tersebut. 

Ibn Abu Daud meriwayatkan melalui Yahya bin Abdurrahman bin Hatib, yang mengatakan : ` Umar datang lalu berkata: `Barang siapa menerima dari Rasulullah sesuatu dari Qur`an, hendaklah ia menyampaikannya.` Mereka menuliskan Qur`an itu pada lembaran kertas , papan kayu dan pelepah kurma. (Al-Katani, V.2, p.384) 

2. Materi tulisan tersebut harus dikonfirmasikan oleh dua orang saksi, mereka harus bersaksi telah bahwa mereka telah mendengar teks tersebut dari Rasulullah Saw sendiri . 

Al Quran adalah sesuatu yang mutawatir, sebab Al Quran itu sendiri merupakan Wahyu dari Allah yang harus disampaikan. 

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. 3:164) 

Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 4:170) 

Maka bagaimana mungkin hanya satu orang saja yang mendengarkan ayat yang Allah turunkan?, dari logika ini saja dapat dikatakan amat tidak mungkin bila ada seseorang yang seorang diri saja mendengar dan bersaksi bahwa ia telah mendengar ayat ini dan ayat itu tanpa sahabat lain mendengarnya secara langsung. Bagaimanapun juga percampuran antara hadits dengan Quran bisa terjadi bila hal itu hanya diingat oleh hanya satu orang. 

Sahih Bukhari Volume 6, Book 61, Number 524:
Narrated 'Abdullah (bin Mas'ud) : 
By Allah other than Whom none has the right to be worshipped! There is no Sura revealed in Allah's Book but I know at what place it was revealed; and there is no Verse revealed in Allah's Book but I know about whom

Sahih Bukhari Volume 6, Book 61, Number 521: 
Narrated Masriq: 
'Abdullah bin 'Amr mentioned 'Abdullah bin Masud and said, "I shall ever love that man, for I heard the Prophet saying, 'Take (learn) the Qur'an from four: 'Abdullah bin Masud, Salim, Mu'adh and Ubai bin Ka'b.' "

Inilah yang kemudian mengharuskan Zaid bin Tsabit mencari ayat terakhir dari surat At Taubah pada sahabat lainnya sebab dia sendiri harus memenuhi persyaratan ini, walaupun ia sendiri telah menghapal Al Quran. 

Zaid bin Tsabit telah menghapal seluruh Al Quran kedalam ingatannya (Labib as-Said, The Recited Koran, tr. Bernard Weiss, et al., 1975, p. 21) 

"Sampai saya temukan akhir dari surat At taubah pada Abu Khuzaimah Al Anshary yang tidak terdapat pada surat yang lainnya" (Sahih Bukhari Volume 6, Book 61, Number 509)

Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, bahwa Abu Bakar berkata pada Umar dan Zaid: `Duduklah kamu berdua dipintu masjid. Bila ada yang datang kepadamu membawa dua orang saksi atas sesuatu dari kitab Allah, maka tulislah yang dimaksudkan ialah kedua saksi itu menyaksikan bahwa catatan itu ditulis dihadapan Rasulullah; atau dua orang saksi itu menyaksikan bahwa catatan tadi sesuai dengan salah satu cara yang dengan itu Qur`an diturunkan " [HR. Bukhari]

PROSES KODEFIKASI AL-QURAN PADA JAMAN USTMAN
Berkata kepada kami Musa, berkata kepada kami ibrahim, berkata kepada kami Ibnu Syihab bahwa Anas bin Malik mengatakan kepadanya: "khuzaifah bin Al yaman datang kepada Utsman, dan sebelumnya ia memerangi warga syam dalam menaklukan Armenia dan Azarbaizan bersama warga irak, maka terkejutlah Khuzaifah akan adanya pebedaan mereka dalam hal perbedaan Al Qur'an, maka berkatalah Khuzaifah kepada Utsman: "Wahai pemimpin orang-orang yang beriman, beritahulah umat ini sebelum mereka berselisih dalam masalah kitab sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani", Utsman lalu berkirim surat kepada Hafsah: "Kirimkan kepada kami lembaran lembaran untuk kami tulis dalam Masahif (bentuk plural dari Mushaf), kemudian kami kembalikan kepadamu", Hafsah segera mengirimkannya kepada Utsman, maka Utsman segera memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdulah bin Zubair, Sa'id bin A'sh, serta Abdurahman bin Al-Harits bin Hisyam untuk menyalinnya kedalam mushaf-mushaf, dan dia (Utsman) mengatakan kepada ketiga otoritas Qurasy tersebut diatas: "Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit tentang masalah Quran maka tulislah Al Quran dengan lisan Qurasy sebab Al Quran diturunkan dengan dialek mereka" dan mereka melakukan hal itu, maka ketika mereka selesai menyalin lembaran lembaran kedalam beberapa Mushaf, Utsman segera mengembalikan lembaran lembaran tersebut kepada Hafsah, kemudian mengirim ketiap tempat satu Mushaf yang telah mereka salin, dan memerintahkan agar selain Mushaf tersebut entah berupa lembaran sahifah atau sudah berupa mushaf untuk dibakar.  [HR Bukhari]
"Kalimat huzaifah bin Al Yaman yang menyatakan: "Wahai pemimpin orang-orang yang beriman, beritahulah umat ini sebelum mereka berselisih dalam masalah kitab sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani"
Sebenarnya adalah persoalan awal kenapa terjadi kodifikasi lanjutan dizaman Utsman, jika pada awalnya kodifikasi Quran dimaksudkan untuk mencegah hilangnya Al Quran sebab banyak para penghapal Quran yang meninggal dalam peperangan, maka dizaman khalifah Utsman maka persoalannya menjadi berbeda, oleh karenanya akan sangat dapat dipahami sikap Utsman yang kemudian menjadikan mushaf induk yang telah ada pada zaman khalifah Abu bakar menjadi rujukan utama bagi setiap perbedaan mengenai Al Quran. 

Pertanyaan besarnya adalah mengapa terjadi perbedaan dan bukankah perbedaan itu sendiri di perbolehkan oleh Rasulullah Saw? Jawaban yang dapat kita analisis pada kasus ini adalah bahwa ada beberapa fakta yang menyebabkan hal itu terjadi: 

1. Yang dimaksud oleh Hudzaifah ini adalah perbedaan mengenai Quran yang mempengaruhi makna ayat hal ini yang kemudian menyebabkan ia menjadi kaget, "dan sebelumnya ia memerangi warga Syam dalam menaklukan Armenia dan Azarbaizan bersama warga Irak, maka terkejutlah Huzaifah akan adanya pebedaan mereka dalam hal perbedaan Al Qur'an. Harus kita fahami bahwa sahabat sudah banyak yang mahfum mengenai qiraah saba'ah namun yang dimaksud Hudzifah disini adalah perbedaan qiraat yang menyebabkan perbedaan makna inilah yang kemudian dipermasalahkan olehnya. 

2. Perbedaan Qiraat yang menyebabkan perbedaan makna memang sejak awal dicurigai ada dikarenakan adanya pengaruh Qiraat dari negeri-negeri yang merupakan hasil ekspansi dari dakwah Islam, yang menyebabkan keotentikan Qiraat menjadi dipertanyakan, sebab percampuran antara qiraat satu dengan yang lainnya menjadi suatu hal yang niscaya. hal ini yang kemudian menyebabkan berkembangnya qiraat yang walaupun menisbatkan dirinya kepada para sahabat akan tetapi justru menyimpang jauh dari apa yang kemudian diajarkan para sahabat bukti otentik dari hal ini adalah kesaksian beberapa tabiin tentang mushaf yang di nisbatkan kepada Ibnu Mas'ud. Ibnu Ishaq misalnya yang meneliti beberapa mushaf yang dinisbatkan kepada Ibnu Mas'ud tidak menemukan satupun redaksional masing masing mushaf yang sama persis satu dengan yang lainnya, Demikian pula Ibnu al-Nadîm dalam al-Fihritsnya bahwa ia melihat sebuah salinan mushaf Ibnu Mas’ûd yang terdapat di dalamnya, surah al-Fâtihah berbeda dengan keyakinan beberapa orang bahwa beliau tidak mencantumkannya dalam mushafnya. (Muhammad ‘Abd Allâh Dirâz, Madkhal ilâ al-Qur`ân al-Karîm. Kuwait: Dâr al-Qalam, 1993, cet. II, hal 44-45) 

Sekali lagi berkembangnya bacaan yang diyakini bersumber dari bacaan Rasulullah yang tanpa mempunyai bentuk fisik materi dalam bentuk tulisanlah yang kemudian menjadi biang keladi munculnya penyimpangan bacaan yang berimplikasi pada makna tersebut .Hal ini membuktikan kepada kita bahwa banyak sekali perbedaan yang disebabkan ketidak jelasan sumber dikarenakan interaksi qiraat yang memang rasulullah ajarkan dengan qiraat yang menjadi kebudayaan bangsa bangsa yang baru masuk kedalam daerah kekuasaan Islam. 

3. Disamping berita dari Huzaifah sebenarnya Utsman juga khawatir akan perbedaan bacaan yang kemudian berakibat pada perpecahan umat dan pengkafiran satu sama lainnya. Ibn Jarir : `Ya`kub bin Ibrahim berkata kepadaku: Ibn `Ulyah menceritakan kepadaku: Ayyub mengatakan kepadaku: bahwa Abu Qalabah berkata: pada masa kekahlifahan Usman telah terjadi seorang guru qiraat mengajarkan qiraat seseorang, dan guru qiraat lain mengajarkan qiraat pada orang lain. Dua kelompok anak-anak yang belajar qiraat itu suatu ketika bertemu dan mereka berselisih, dan hal demikian ini menjalar juga kepada guru-guru tersebut.` Kata A yyub: aku tidak mengetahui kecuali ia berkata: `sehingga mereka saling mengkafirkan satu sama lain karena perbedaan qiraat itu,` dan hal itu akhirnya sampai pada khalifah Usman. Maka ia berpidato: `Kalian yang ada dihadapanku telah berselisih paham dan salah dalam membaca Qur`an. Penduduk yang jauh dari kami tentu lebih besar lagi perselisihan dan kesalahannya. Bersatulah wahai sahabat-sahabat Muhammad, tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur`an pedoman) saja! (Ibn 'Abd al-Muttaqi, Muntakhab Kanz al- 'Ummal in the margin of Ibn Hanbal, Musnad, vol. 2) 

Pertanyaan kedua adalah mengapa Utsman menggunakan logat Quraisy ?, "Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit tentang masalah Quran maka tulislah Al Quran dengan lisan Quraisy sebab Al Quran diturunkan dengan dialek mereka". Bukankah Rasul sendiri telah membolehkan Al Quran ditulis dalam tujuh harf? 

Diriwayatkan daripada Umar bin al-Khattab r.a katanya: Aku mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca surah al-Furqan tidak sama dengan bacaanku yang diajarkan oleh Rasulullah s.a.w kepadaku. Hampir-hampir aku mencela beliau ketika masih dalam pembacaannya. Namun aku masih dapat menahan kemarahanku ketika itu. Setelah selesai aku mendekati Hisyam lalu ku pegang kain serbannya. Kemudian aku mengajaknya menghadap Rasulullah s.a.w. Aku berkata kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya tadi aku mendengar orang ini membaca surat al-Furqan tidak sebagaimana yang kamu bacakan kepadaku. Rasulullah s.a.w bersabda: Suruhlah dia membacanya sekali lagi. Hisyam pun memenuhi permintaan Rasulullah s.a.w tersebut. Dia membaca sebagaimana sebelumnya. Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Memang demikianlah surah itu diturunkan. Kemudian baginda menyuruhku pula: Bacalah! Aku pun membacanya. Baginda pun bersabda: Demikianlah surah itu diturunkan. Sesungguhnya al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf (kaedah bacaan) maka kamu bacalah yang mudah bagi kamu.  [HR. Bukhari]

Betul Rasulullah telah memperbolehkan tujuh bacaan adalam penulisan dan pembacaan Al quran, akan tetapi itu sebatas kompensasi yang beliau pinta kepada Allah Azza Wa Jalla. Sebab awalnya memang Al Quran turun hanya pada satu bacaan yaitu bacaan Quraisy [Sahih Bukhari, Volume 6, Book 61, Number 507]

Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Jibril a.s pernah membacakan kepadaku dengan satu bacaan. Aku minta supaya dia mengulangi bacaannya itu, selalu juga aku minta supaya dia menambahnya dan permintaanku itu dipenuhi hinggalah berakhir dengan tujuh bacaan [HR. Bukhari-Muslim] --- (lihat Sahih Bukhari Volume 6, Book 61, Number 513).

Dari Ubay bin Kaab mengatakan: Rasulullah bertemu dengan Jibril, maka beliau berkata: "Wahai Jibril sesungguhnya saya diutus kepada kaum yang buta huruf. diantara mereka ada orang tua dan sudah uzur, anak-anak, wanita hamba sahaya, serta orang-orang yang tidak pernah membaca buku sama sekali", Jibril berkata: "Wahai Muhammad sesungguhnya Al Qur'an diturunkan atas tujuh macam huruf” [HR. Ibnu Majah] 

Sahih Bukhari Volume 6, Book 61, Number 514:
Narrated 'Umar bin Al-Khattab: 
I heard Hisham bin Hakim reciting Surat Al-Furqan during the lifetime of Allah's Apostle and I listened to his recitation and noticed that he recited in several different ways which Allah's Apostle had not taught me. I was about to jump over him during his prayer, but I controlled my temper, and when he had completed his prayer, I put his upper garment around his neck and seized him by it and said, "Who taught you this Sura which I heard you reciting?" He replied, "Allah's Apostle taught it to me." I said, "You have told a lie, for Allah's Apostle has taught it to me in a different way from yours." So I dragged him to Allah's Apostle and said (to Allah's Apostle), "I heard this person reciting Surat Al-Furqan in a way which you haven't taught me!" On that Allah's Apostle said, "Release him, (O 'Umar!) Recite, O Hisham!" Then he recited in the same way as I heard him reciting. Then Allah's Apostle said, "It was revealed in this way," and added, "Recite, O 'Umar!" I recited it as he had taught me. Allah's Apostle then said, "It was revealed in this way. This Qur'an has been revealed to be recited in seven different ways, so recite of it whichever (way) is easier for you (or read as much of it as may be easy for you)."

Ini berarti bahwa tujuh macam dialek diturunkan atas permintaan Rasul Saw. Dari Hadits diatas jelas dinyatakan bahwa Al Quran memang diturunkan awalnya dalam dialek Quraisy. 

Sahih Bukhari Volume 6, Book 61, Number 512: 
Narrated Al-Bara: 
There was revealed: 'Not equal are those believers who sit (at home) and those who strive and fight in the Cause of Allah.' (4.95) The Prophet said, "Call Zaid for me and let him bring the board, the inkpot and the scapula bone (or the scapula bone and the ink pot)."' Then he said, "Write: 'Not equal are those Believers who sit.", and at that time 'Amr bin Um Maktum, the blind man was sitting behind the Prophet. He said, "O Allah's Apostle! What is your order For me (as regards the above Verse) as I am a blind man?" So, instead of the above Verse, the following Verse was revealed: 'Not equal are those believers who sit (at home) except those who are disabled (by injury or are blind or lame etc.) and those who strive and fight in the cause of Allah.' (4.95)

Dalam narasi hadis diatas ditunjukkan bahwa seorang butapun (pada masa-masa belum terkompilasinya Al-Quran) ternyata memilki dialek Quran tersendiri. Namun akhirnya dialek-dialek ini disatukan kembali pada masa pemerintahan kalifah Utsman.

Sahih Bukari Volume 6, Book 61, Number 507: 
Narrated Anas bin Malik: 
(The Caliph 'Uthman ordered Zaid bin Thabit, Said bin Al-As, 'Abdullah bin Az-Zubair and 'Abdur-Rahman bin Al-Harith bin Hisham to write the Quran in the form of a book (Mushafs) and said to them. "In case you disagree with Zaid bin Thabit (Al-Ansari) regarding any dialectic Arabic utterance of the Quran, then write it in the dialect of Quraish, for the Quran was revealed in this dialect." So they did it.

Pertanyaan ketiga apakah para sahabat telah menyetujui pendapat Utsman tersebut hingga tidak mendapat pertentangan yang keras dari para sahabat ?. Perintah Utsman agar kaum muslimin hanya menggunakan satu bacaan saja merupakan ijtihad yang amat diperlukan mengingat pertentangan yang akan membesar jika hal tersebut tetap dibiarkan. 

Suwaid bin Gaflah berkata: `Ali mengatakan: `Katakanlah segala yang baik tentang Usman. Demi Allah apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Qur`an sudah atas persetujuan kami. [Fathul bahri] 

Riwayat diatas menunjukkan bahwa langkah Utsman telah mendapat persetujuan dari para sahabat Hal ini diperkuat dengan riwayat riwayat lainnya yang mengatakan bahwa langkah Utsman adalah tepat dan mendapat persetujuan dari mayoritas kaum muslimin pada masa itu.

Ali berkata jika aku berada di tempat Utsman sekarang maka aku akan melakukan hal yang sama. (Al-Hadis)

Musab ibnu Sa'ad ibnu Waqqas berkata: "Aku melihat orang-orang berkumpul dalam jumlah yang besar ketika Utsman melakukan pembakaran Quran, dan mereka terlihat senang dengan tindakannya, dan tidak ada satupun yang berbicara menentangnya. [HR. Abu Dawud] 

Satu-satunya penolakan yang ada adalah dari Abdullah bin Mas'ud yang menolak untuk membakar mushaf yang dimiliki olehnya dengan mengatakan: 

Bagaimana mungkin kalian menyuruhku membaca qiraat Zayd. Ketika Zayd masih kecil bermain dengan kawan sebayanya saya telah menghafal lebih dari tujuh puluh surah langsung dari lisan Rasulullah. (Ibn Abi Da'ud, Kitab a-Masahif) 

Yang menarik dari riwayat ini adalah kita sama sekali tidak melihat satupun riwayat Utsman untuk memaksa Abdullah bin Mas'ud untuk menyerahkan Mushafnya, ini sekaligus memperlihatkan kebijaksanaan Utsman yang kemudian mematahkan tuduhan bahwa Utsman bersikap Aristrokat seperti yang dikatakan Robert Morey, padahal Abu Dawud juga meriwayatkan Abdullah bin Mas'ud mengumumkan kepada pengikutnya (orang-orang yang memegang mushaf Ibnu Masud) untuk tidak menyerahkan Mushaf mereka. Bahkan yang terjadi adalah semua orang mengikuti perintah Utsman untuk membakar Salinan Mushaf miliknya. 

Musab ibnu Sa'ad ibnu Waqqas berkata: "Aku melihat orang-orang berkumpul dalam jumlah yang besar ketika Utsman melakukan pembakaran Quran, dan mereka terlihat senang dengan tindakannya, dan tidak ada satupun yang berbicara menentangnya. [HR. Abu Dawud] 

Perkataan "Terlihat senang dengan tindakannya " menunjukkan tidak adanya pemaksaan atau ancaman atas tindakan yang menentang perintah tersebut, tidak ada satupun riwayat yang menyatakan adanya seseorang yang dhukum atas tindakan penentangan terhadap perintah Utsman.

Bahkan berulang kali Utsman menegaskan bahwa dia tidak menolak bacaan bacaan Quran yang berlangsung secara oral yang dia ingin satukan adalah bacaan dalam bentuk tertulis untuk menghindari perpecahan dan penyimpangan makna. 

“Adapun Alquran, saya tidak akan menghalangi kalian, hanya saja saya khawatir bila terjadi perpecahan di antara kalian (sebab perbedaan bacaan Alquran) dan silakan kalian membaca (Alquran) dengan harf yang menurut kalian mudah.” (Muhammad ‘Abd Allâh Dirâz, op.cit. 42) 

Kemudahan yang diberikan Utsman inilah yang kemudian menyebabkan kita dapat menemukan bacaan-bacaan yang bersumber dari Rasulullah Saw walaupun hanya berpegang pada riwayat ahad. hal inilah yang kemudian memberikan bukti kepada kita semua bahwa Allah Azza Wajalla yang menurunkan Al Quran dan Dialah yang akan menjaganya.