JIZYAH adalah bagian dari sumber keuangan umat yang pernah ikut ambil bagian dalam sejarah dunia Islam. Jizyah adalah pajak perorangan yang dibebankan kepada penduduk non-muslim (Ahl al-Dzimmah) dan diserahkan kepada lembaga keuangan negara (Baitul Maal) di dalam sebuah negara Islam (Dar al-Islam).
Pajak tersebut dimaksudkan sebagai konpensasi atas perlindungan penuh yang diberikan oleh negara terhadap keselamatan mereka sebagai warga negara khusus.
Jizyah merupakan salahsatu sumber pendapatan negara guna membiayai kepentingan operasional pemerintah, khususnya yang dimaksudkan untuk kemaslahatan segenap warganya, tanpa membedakan Muslim atau non-Muslim. Sedangkan ketentuan tentang pembayaran jizyah diatur secara terperinci di dalam Hukum Fiqh.
Ketentuan membayar Jizyah
Di antara ketentuannya adalah; kewajiban membayar jizyah mulai diberlakukan setelah Ahli Dzimmah tinggal di negara itu sekurang-kurangnya selama satu tahun. Perhitungannya dimulai pada bulan Muharram sampai Dzulhijjah. Sedangkan besaran jizyah bervariasi sesuai dengan kebijakan masing-masing negara. Namun biasanya diperhitungkan berdasarkan tingkat kemampuan ekonomi masing-masing warga negara.
Sejak dimulainya pembayaran Jizyah, Ahli Dzimmah diwajibkan untuk komit mebayar kewajibannya tsb secara reguler setiap tahun, tidak akan memfitnah Islam, tidak melakukan aktifitas yang dapat merugikan umat Islam, dan tunduk pada semua aturan dan hukum Islam yang berlaku di negerinya.
Manfaat membayar Jizyah,
Dengan membayar jizyah, Ahli Dzimmah berhak untuk memperoleh perlindungan keamanan jiwa dan harta bendanya, serta memperoleh hak-hak publik sebagaimana warga negara lainnya di negeri itu. Mereka tidak boleh dipaksa untuk memeluk Islam, dan hak-hak asasinya tidak boleh dilanggar.
Misinterpretasi Jizyah
Umumnya para Orientalis, Misionaris, dan orang-orang di luar Islam menginterprtetasikan Jizyah sebagai sebuah bentuk pemaksaan, bahkan dianggap sebagai pajak agama, sekaligus tindakan diskriminatif penguasa terhadap penduduk non-Muslim di negara-negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam. Setidaknya demikian pandangan mereka ketika Jizyah diberlakukan pada masa kerasulan Nabi Muhammad SAW yang dilanjutkan pada 4 periode pemerintahan Khulafaur Rasyidin.
Pendapat ini sangat keliru. Sebab pada kenyataannya justru jizyah jauh lebih ringan dibandingkan dengan kewajiban warga negara Muslim sendiri yang harus membayar berbagai jenis zakat melalui Baitul Maal. Artinya, tidak ada tindakan diskriminatif di sini, sebab baik Ahli Dzimmah maupun kaum Muslimin sebenarnya sama-sama membayar kewajibannya masing-masing ke kas negara. Lagi pula tidak semua warga Ahli Dzimmah harus membayar jizyah.
Ada sejumlah pengecualian bagi orang-orang yang karenanya dibebaskan dari kewajiban pembayaran jizyah. Mereka adalah: Kaum perempuan, Anak laki-laki yang belum baligh, Para Lansia, Para penyandang Disabilitas (zamin), Penderita lumpuh, Orang buta, Faqir Miskin, Penganggur, Budak, dan Para Pendeta.
Jika pemerintah negara Islam dianggap membedakan perlakuan terhadap golongan Muslim dan non-Muslim melalui praktek jizyah, memang seolah-olah ada diskriminasi, akan tetapi perlu digarisbawahi di sini bahwa penggunakan terms "diskriminasi" tsb tidak tepat, sebab perbedaan yang ada sama sekali tidak menguntungkan umat Islam, melainkan sebaliknya. Justru menguntungkan golongan Ahli Dzimmah.
Selain wajib membayar berbagai jenis zakat, umat Islam diwajibkan mengikuti dinas militer, wajib ikut berperang mempertahankan kedaulatan negara - baik di negeri sendiri maupun untuk negeri-negeri lain yang telah menjalin perjanjian kerjasama - sedangkan Ahli Dzimmah dibebaskan dari semua itu. Kendati demikian, dalam hal ada di antara orang-orang dari kelompok Ahli Dzimmah yang secara sukarela menyatakan keinginannya untuk mengikuti dinas militer dan sewaktu-waktu siap maju ke medan perang, maka mereka dibebaskan dari jizyah.
Terkait Jizyah ini, pernah terjadi suatu peristiwa di mana kabilah tetangga yang tergolong Ahli Dzimmah meminta perlindungan dengan membayar jizyah, lalu kekuatan militer Islam di mana mereka bernaung gagal melindungi mereka, maka Abu Ubaidah yang menjadi panglima angkatan perang ketika itu mengisntruksikan kepada Baitul Maal agar mengembalikan seluruh jizyah Ahli Dzimmah yang pernah mereka bayarkan!
Dewasa ini, Jizyah di sejumlah negara Islam sudah mengalami perkembangan. Jizyah lebih condong seperti pajak atas sejumlah jenis produksi.
Jizyah tidak identik dengan zakat.
Jizyah digunakan untuk membiayai penyelenggaraan negara secara umum, sedangkan zakat, baik persyaratan maupun peruntukannya berada di luar itu, sebagaimana diatur secara terpisah menurut ketentuan yang digariskan di dalam Al-Qur’an.
0 Komentar