Para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT ditugaskan untuk memberikan petunjuk, membawa kabar gembira, serta memberikan peringatan kepada umat manusia. Maka dari itu, para nabi dan rasul pilihan yang diutus oleh Allah SWT mempunyai sifat wajib dan sifat mustahil yang dapat dilihat dalam kepribadian mereka pada saat menjalankan tugas yang istimewa tersebut.
Sifat wajib bagi Rasul ialah sifat yang pasti dimiliki oleh para nabi dan rasul dan dapat ditunjukkan dalam kisah keseharian mereka. Berikut, sifat-sifat wajib yang dimiliki oleh para nabi dan rasul.
1. Siddiq
Siddiq artinya "benar". Maksudnya tiap-tiap perkataan yang diucapkan atau disampaikan oleh nabi dan rasul selalu benar. Baik benar dalam menyampaikan wahyu yang sumbernya dari Allah SWT maupun benar dalam perkataan-perkataan yang memiliki hubungan dengan persoalan dunia.
Siddiq menjadi salah satu sifat yang wajib bagi para nabi dan rasul ini juga telah dibenarkan di dalam Al-Qur’an. Salah satunya yakni surah Maryam ayat 41,
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا
“Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Kitab (Al-Qur’an), sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan, seorang Nabi,”
Kata Siddiq dalam konteks sifat khusus yang dimiliki para nabi dan rasul pun disinggung dalam surah Maryam ayat 50,
وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا
“Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia.”
Maka dari itulah, tidak mungkin bagi para nabi dan rasul untuk memiliki sifat sebagai pendusta.
2. Amanah
Sifat wajib bagi para nabi dan rasul yang selanjutnya adalah amanah yang artinya terpercaya. Para Nabi dan Rasul senantiasa menjaga diri dari segala perbuatan dosa untuk menjaga kepercayaan umat atas dirinya.
Bukti bahwa para nabi dan rasul memiliki sifat yang amanah ditunjukkan melalui surah An Nisa ayat 58,
۞ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dengan demikian, mustahil bagi para nabi dan rasul untuk melakukan hal-hal yang khianat.
3. Tablig
Tablig yaitu sifat wajib bagi para nabi dan rasul yang memiliki makna yakni menyampaikan wahyu. Dalam menjalankan tugas kerasulannya, seorang rasul wajib menyampaikan wahyu yang harus diimani oleh umat manusia.
Wahyu yang telah disampaikan oleh para nabi dan rasul tersebut dapat berupa pengetahuan, syariat, maupun pedoman, ataupun risalah kenabian yang lain. Sekalipun wahyu yang disampaikannya tidak mudah maupun bukan sesuatu yang menyenangkan, para nabi dan rasul akan senantiasa menyampaikannya tanpa mengurangi satu huruf pun sesuai dengan surah Al Maidah ayat 67,
۞ يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.
Maka dari itu sifat mustahil bagi rasul yakni kitman atau menyembunyikan. Tidak ada ajaran yang disembunyikan atas alasan pribadi atau pun kepentingan yang lainnya.
4. Fatanah
Sifat wajib bagi para nabi dan rasul yang terakhir ialah fatanah yang artinya yaitu pandai, cerdas, dan bijaksana. Sebagai utusan Allah SWT bagi umat manusia, para nabi dan rasul mampu untuk memahami berbagai permasalahan umat sekaligus memberikan jalan keluarnya.
Allah SWT memberikan kemampuan kepada para nabi dan rasul dalam menyampaikan ajaran di antara kaumnya. Termasuk ketika berargumentasi menghadapi kaum yang menentang ajarannya seperti disinggung dalam surah Al An’am ayat 83,
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَىٰ قَوْمِهِ ۚ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ ۗ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
“Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana, Maha Mengetahui.”
SIFAT MUSTAHIL RASUL
Sifat mustahil bagi Rasul artinya sifat yang tak mungkin ada dalam diri rasul. Karena, Rasul adalah manusia yang dipilih oleh Allah yang dan diberikan tugas untuk menyampaikan seluruh risalah-Nya untuk mengajak umat manusia beriman kepada Allah SWT. Sifat mustahil bagi para nabi dan rasul ini ada empat yakni kidzib, khianah, Kitman, dan juga baladah. Berikut empat sifat mustahil bagi rasul yang perlu untuk diketahui:
1. Kidzib
Al-Kidzib artinya yakni berdusta. Mustahil bagi rasul untuk melakukan dusta atau bohong. Semua perkataan dan juga perbuatan rasul tidak pernah palsu dan mengada-ada. Hal ini telah ditegaskan melalui surah an-Najm: 2-4, berikut ini:
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ . وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
“Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru, dan tidaklah yang diucapkan itu (al-Qur’ān) menurut keinginannya tidak lain (al-Qur’an) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
2. Khianah
Khianah, artinya yaitu mustahil bagi rasul untuk berkhianat. Semua yang diamanatkan kepadanya pasti akan dilaksanakan. Hal ini telah dijelaskan di dalam surat al-An’am ayat 106:
اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
“Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad), tidak ada Tuhan selain Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.”
3. Kitman
Kitman, berarti mustahil jika rasul menyembunyikan kebenaran. Setiap firman yang rasul terima dari Allah SWT pasti akan disampaikan kepada para umatnya. Hal ini juga telah disebutkan dalam surat al-An’am ayat 50:
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
“Katakanlah (Muhammad), Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa yang di wahyukan kepadaku. Katakanlah, Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya).”
4. Baladah
Baladah berarti mustahil apabila rasul itu bodoh. Rasulullah memanglah merupakan orang yang ummi (tak dapat membaca dan menulis) tetapi beliau diberikan anugerah kecerdasan yang luar biasa dari Allah SWT.
KISAH RASUL
1. Sidiq
Diriwayatkan Imam Tirmizi dari Abdullah bin Hamsa bahwa beliau berkata :
“Aku pernah mengadakan transaksi jual beli dengan Rasulullah sebelum dia diutus sebagai seorang Rasul. Lalu aku masih membawa piutang beliau dan aku berjanji akan membayarnya di tempat yang sama, namun aku lupa. Setelah tiga hari aku ingat, lalu aku datang ke tempat yang telah saya janjikan dan ternyata beliau ada di situ,” katanya.
Nabi SAW bersabda, “Wahai anak muda, engkau telah menyusahkan aku, aku di sini sejak tiga hari yang lalu untuk menunggumu,” katanya.
Kejujuran dalam tiap-tiap perkataannya bahkan telah dicontohkan jauh sebelum Nabi Muhammad SAW lahir, yaitu di masa Nabi Ismail AS. Kisah ini diabadikan juga dalam Alquran surat Maryam ayat 54.
وَاذۡكُرۡ فِى الۡـكِتٰبِ اِسۡمٰعِيۡلَ ۚاِنَّهٗ كَانَ صَادِقَ الۡوَعۡدِ وَكَانَ رَسُوۡلًا نَّبِيًّا
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.”
Menurut Tafsir Al-Wajiz dari tulisan Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih serta tafsir dari Suriah, ayat ini menceritakan perihal Nabi Ismail bin Ibrahim yang jujur atas setiap perkataannya.
Hal tersebut meliputi janjinya yang dibuat bersama dengan Allah SAW kepada Nabi Ibrahim AS ketika berjanji kepada dirinya sendiri untuk bersabar atas rencana penyembelihan dirinya yang akan dilakukan oleh sang ayah, seperti dalam Ash-Shaffat:102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Nabi Ismail AS memenuhi janjinya, dan memberikan kemudahan bagi ayahnya untuk melakukan penyembelihan.
Sebuah musibah terberat yang menimpa seseorang. Kemudian Allah memberikan sifat nubuwwah (kenabian) dan risalah (kerasulan), yang adalah nikmat paling yang Allah berikan kepada hambaNya serta menjadikannya sebagai insan yang berada pada tingkatan tertinggi dari para makhluk.
2. Amanah
Saat dalam Perang Khaibar, Rasul SAW serta pasukan muslim berada di dalam keadaan yang sangat sulit. Sedemikian sulitnya, hingga mereka terpaksa harus memakan daging dari hewan yang dianggap makruh untuk bertahan hidup. Demikianlah keadaan pasukan muslim pada saat itu.
Tatkala itu, seorang lelaki datang dan menghadap Rasul SAW. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Aku adalah seorang Yahudi dan mengembala adalah pekerjaanku. Aku sedang membawa domba-domba orang Yahudi yang ingin aku kembalikan lagi kepada pemiliknya. Sekarang, aku ingin engkau menjelaskan kepadaku tentang hakikat Islam. Sehingga aku bisa bangga menjadi seorang Muslim.”
Rasul SAW kemudian memandangnya dengan penuh rasa welas asih. Lalu, beliau mengajarkan mengenai Islam hingga dua kalimat syahadat kepadanya.
Setelah memeluk agama Islam, lelaki tersebut pergi dan tidak lama kemudian kembali lagi ke sisi Rasulullah dengan membawa banyak domba.
“Wahai Rasulullah! Ini adalah domba-domba orang-orang Yahudi yang sekarang sedang berperang denganmu. Sekarang engkau dan pasukan Muslimin sedang kesulitan. Menurutku, ambillah domba-domba ini sebagai harta rampasan perang, sehingga kesulitan ini dapat teratasi.” jelasnya.
Rasul SAW lalu menatapnya dan bersabda, “Wahai Fulan! Khianat dalam amanah merupakan sebuah dosa besar dalam agama Islam. Sekarang kamu adalah seorang Muslim maka kamu harus menjalankan ajaran Islam dan menjaga amanah adalah sesuatu yang wajib. Maka pergilah engkau ke Benteng Khaibar dan kembalikanlah domba-domba ini kepada pemiliknya!”
3. Tabligh
Dalam sebuah hadis yang diriwayatka oleh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Aisyah RA pernah berkata: “Peristiwa awal turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW adalah diawali dengan Ar-ru’yah ash-shadiqah (mimpi yang benar) di dalam tidur. Tidaklah Beliau bermimpi, kecuali yang Beliau lihat adalah sesuatu yang menyerupai belahan cahaya Shubuh. Dan di dalam dirinya dimasukkan perasaan untuk selalu ingin menyendiri.”
Setelah mendapatkan mimpi itu, Rasulullah SAW memutuskan untuk pergi ke Gua Hira untuk berdiam diri. Beliau melakukan ibadah di dalam sana pada setiap malam selama hingga beberapa hari. Hingga pada 17 Ramadhan, datanglah malaikat Jibril menemuinya.
Sebagaimana dikatakan oleh Aisyah RA, malaikat Jibril datang ke Rasulullah sembari berkata “Iqra”. Kemudian Rasulullah SAW menjawab “aku tidak bisa membaca”. Lalu, malaikat pun menarik serta menutupi Rasulullah SAW hingga beliau merasa kesulitan.
Kemudian malaikat datang kembali kepada Rasulullah SAW dan berkata “Iqra”. Dan beliau pun kembali menjawab “aku tidak bisa membaca”. Kemudian malaikat menarik lagi dan mendekap Rasulullah SAW hingga ketiga kalinya hingga beliau merasa kesulitan.
Kemudian malaikat Jibril menyuruh beliau membaca surat Al-Alaq ayat 1-5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Setelah Rasulullah SAW berhasil membaca bacaan surat tersebut dengan lancar, sang malaikat Jibril pun meninggalkannya pergi. Kemudian Rasulullah SAW pulang dengan keadaan gelisah dan menggigil seperti demam.
Setelah sampai di rumah, Rasululah SAW meminta tolong Khadijah untuk menyelimutinya. Lalu, Rasulullah SAW menceritakan apa yang telah dialaminya kepada Khadijah sembari berkata, “Wahai Khadijah, apa yang terjadi denganku? Sungguh aku merasa khawatir atas diriku sendiri.”
Lalu, Khadijah menjawab, “Tidak, bergembiralah engkau. Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakan engkau. Sesungguhnya engkau selalu menyambung tali persaudaraan, selalu menanggung orang yang kesusahan, selalu mengupayakan apa yang diperlukan, selalu menghormati tamu dan membantu derita orang yang membela kebenaran.”
Dari peristiwa tersebut Nabi Muhamad SAW dikukuhkan statusnya menjadi seorang Rasul. Dengan ini, beliau menerima perintah untuk menyampaikan dan mendakwahkan agama Islam bagi seluruh umat manusia.
4. Fathanah
Diriwiyatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa saat pasukan Islam dan pasukan suku Qurais sedang bersiap untuk pertempuran di daerah Badar, Rasulullah SAW mencari informasi dari dua orang pemuda yang menyediakan air minum untuk pasukan suku Qurais perihal kondisi dari pasukan mereka. Beliau bertanya perihal lokasi perkemahan tentara suku Qurais. Mereka pun menjawab,”Mereka berada di balik bukit pasir ini, di bibir lembah yang paling ujung.”
Kemudian Rasulullah SAW menanyakan perihal jumlah pasukan suku Qurais. Kedua pemuda itu tampak kebingungan. Para sahabat pun dibuat tak sabar oleh sikap kedua orang tersebut. Meski begitu, pada akhirnya mereka menjawab,”Jumlah pasukan kami banyak sekali.” Rasulullah bertanya lagi,”Ya, jumlahnya berapa?” Jawaban mereka pun tetap sama seperti jawaban yang pertama.
Akhirnya, Rasulullah SAW mengganti pertanyaannya untuk kedua pemuda itu, “Berapakah jumlah unta dan kambing yang mereka sembelih setiap harinya?” Mereka hanya menjawab bahwa pada tiap harinya pasukan suku Qurais menyembelih kambing kurang lebih 10 ekor. Mengetahui hal tersebut, Rasulullah SAW memprediksikan jumlah pasukan musuh sekitar seribu orang. Tiap satu kambing diberikan untuk seratus pasukan. Beliau pun akhirnya tahu kekuatan musuh yang sebenarnya.
Itulah salah satu bukti kecerdasan dari Rasulullah SAW. Masih banyak lagi bukti kecerdasan Rasulullah SAW dalam bidang lainnya yang menjadi faktor kesuksesan beliau dalam melaksanakan misi kerasulannya.
0 Komentar