Ad Code

Ticker

10/recent/ticker-posts

003 Bukti Kebenaran Al Quran



(c). Haman dan Bangunan Mesir Kuno
Al-Qur’an mengisahkan kehidupan Nabi Musa AS dengan sangat jelas. Tatkala memaparkan perselisihan dengan Fir’aun dan urusannya dengan Bani Israil, Al Qur’an menyingkap beberapa keterangan tentang Mesir kuno.

Satu contoh pengetahuan ini dapat ditemukan dalam paparan Al-Qur’an tentang Haman: seorang pelaku yang namanya disebut di dalam Al-Qur’an bersama dengan Fir’aun. Ia disebut di enam ayat berbeda dalam Al-Qur’anyang memberitahu kita bahwa ia adalah salah satu dari sekutu terdekat Fir’aun.

Anehnya, nama “Haman” tidak pernah disebutkan dalam bagian-bagian Taurat (Perjanjian Lama) yang berkaitan dengan kehidupan Nabi Musa AS dan Firaun (Raja Mesir). Penyebutan “Haman” hanya dapat ditemukan di Perjanjian Lama lewat Kitab Ester. Disitu dikatakan bahwa kedudukan Haman adalah sebagai pembantu raja Babilonia (yang pada waktu itu telah menjadi bagian dari kerajaan Persia) yang melakukan banyak kekejaman terhadap Bani Israil kira-kira 1.100 tahun setelah masa Nabi Musa AS. Al Qur’an, yang jauh lebih sesuai dengan penemuan-penemuan kepurbakalaan masa kini, benar-benar memuat kata “Haman” yang merujuk pada masa hidup Nabi Musa AS.

Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan terhadap Kitab Suci Islam oleh sejumlah kalangan di luar Muslim terbantahkan tatkala Naskah Hiroglif dipecahkan sekitar 200 tahun silam, dan nama “Haman” ditemukan di naskah-naskah kuno itu. Hingga abad ke-18, tulisan dan prasasti Mesir kuno tidak dapat dipahami. Bahasa Mesir kuno tersusun atas lambang-lambang dan bukan kata-kata, yakni berupa Hiroglifik. Gambar-gambar atau lambang-lambang Hiroglifik ini, yang memaparkan kisah dan membukukan catatan peristiwa-peristiwa penting sebagaimana kegunaan kata di zaman modern, biasanya diukir pada batu dan banyak contoh masih terawetkan berabad-abad. Dengan tersebarnya agama Nasrani dan pengaruh budaya lainnya di abad ke-2 dan ke-3, Mesir meninggalkan kepercayaan kunonya beserta tulisan hiroglif yang berkaitan erat dengan tatanan kepercayaan yang kini telah mati itu. Contoh terakhir penggunaan tulisan hiroglif yang diketahui adalah sebuah prasasti dari tahun 394. Bahasa gambar dan lambang telah terlupakan, menyisakan tak seorang pun yang dapat membaca dan memahaminya. Sudah tentu hal ini menjadikan pengkajian sejarah dan kepurbakalaan nyaris mustahil. Keadaan ini tidak berubah hingga sekitar 2 abad silam.

Pada tahun 1799, kegembiraan besar terjadi di kalangan sejarawan dan pakar lainnya, rahasia hiroglif Mesir kuno terpecahkan melalui penemuan sebuah prasasti yang disebut “Batu Rosetta.” Penemuan mengejutkan ini berasal dari tahun 196 SM. Nilai penting prasasti ini adalah ditulisnya prasasti tersebut dalam tiga bentuk tulisan: hiroglif, demotik (bentuk sederhana tulisan tangan bersambung Mesir kuno) dan Yunani. Karena bahasa Yunani dikenal luas saat itu, maka batu ini menjadi kunci untuk “menerjemahkan” hiroglif pada tahun 1822 oleh Jean-François Champollion, dan pada 1823 oleh Thomas Young. Penemuan ini membantu penerjemahan teks hiroglif lainnya. Dengan demikian, sebuah bahasa yang telah terlupakan dan aneka peristiwa yang dikisahkannya terungkap. Dengan cara ini, banyak pengetahuan tentang peradaban, agama dan kehidupan masyarakat Mesir kuno menjadi tersedia bagi umat manusia. Hal ini sekaligus membuka jalan kepada pengetahuan yang lebih banyak tentang babak penting dalam sejarah umat manusia ini.


Batu Rosetta merupakan penemuan arkeologi yang secara tidak terduga muncul begitu saja. Pada pertengahan Juli 1799, ada sebuah laporan yang menyatakan bahwa batu itu tergeletak saja ditanah, ada pula laporan yang menyatakan bahwa batu tersebut ada di dalam dinding yang sangat tua yang diperintahkan oleh kompi pasukan Perancis untuk membersihkan jalan yang akan dipakai untuk memperlebar benteng pertahanan yang pada saat itu dikenal sebagai Benteng St. Julien. Batu ini ditemukan pada 15 Juli 1799 di sebuah kota bernama Rashid (Rosetta) di Mesir oleh Pierre Bouchard dan telah disimpan di Museum Britania (British Museum) sejak tahun 1802.

Melalui penerjemahan hiroglif, sebuah pengetahuan penting tersingkap: nama “Haman” benar-benar disebut dalam prasasti-prasasti Mesir. Nama ini juga terukir pada sebuah tugu di Museum Hof di Wina, Austria (sekarang bernama Museum Kunsthistorisches). 

Tulisan yang sama ini (Haman) juga tercantum dalam tulisan egyptologist ternama bernama Walter Wreszinski (Walter Wreszinski, Aegyptische Inschriften aus dem K.K. Hof Museum in Wien, 1906, J. C. Hinrichs’ sche Buchhandlung), serta dalam kamus tentang ‘Kerajaan Baru’ yang disusun oleh Hermann Ranke (Hermann Ranke, Die Ägyptischen Personennamen, Verzeichnis der Namen, Verlag Von J. J. Augustin in Glückstadt, Band I, 1935, Band II, 1952). Khusus dalam tulisan Wreszinski disitu tertulis jelas profesi Haman sebagai ‘kepala pekerja tambang batu’.

Temuan ini mengungkap kebenaran sangat penting. Berbeda dengan pernyataan keliru Alkitab,  Al-Qur’an menyebutkan Haman adalah seseorang yang hidup di Mesir pada zaman Nabi Musa AS. Ia dekat dengan Fir’aun dan terlibat dalam pekerjaan membuat bangunan, persis sebagaimana tertulis dalam temuan prasasti-prasasti Mesir Kuno di atas.


Nama “Haman” tidak diketahui hingga dipecahkannya rahasia huruf hiroglif Mesir pada abad ke-19. Ketika hiroglif terpecahkan, diketahui bahwa Haman adalah seorang pembantu dekat Fir’aun, dan “pemimpin pekerja bangunan”. (Gambar di atas memperlihatkan para pekerja bangunan Mesir kuno). Hal teramat penting di sini adalah bahwa Haman disebut dalam Al-Qur’an sebagai orang yang mengarahkan pendirian bangunan atas perintah Fir’aun. Ini berarti bahwa keterangan yang tidak bisa diketahui oleh siapa pun di masa itu telah diberikan oleh Al-Qur’an!

Mari kita lihat lebih dekat pada tulisan hiroglif yang diberikan oleh Wreszinski:


Baris ini terdiri dari tiga bagian.
Inilah tanda yang menunjukkan nama ‘HAMAN’, berarti “kepala pekerja tambang batu” (“chief of the stone-quarry workers”)

Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”. (QS. Al Qashash [28]:38)

36. Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, 37. (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.” Demikianlah dijadikan Fir’aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian. (QS. Al-Mu’min [40]:36-37)

Ayat-ayat dalam Al-Qur’an tersebut mengisahkan peristiwa dimana Fir’aun meminta Haman mendirikan bangunan, berkesesuaian mantap dengan penemuan purbakala.

Secara menakjubkan, Al-Qur’an menyampaikan kepada kita pengetahuan sejarah yang tak mungkin dimiliki atau diketahui di masa Nabi Muhammad SAW. Hiroglif tidak mampu dipecahkan hingga akhir tahun 1700-an sehingga pengetahuan tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya di masa itu. Ketika nama “Haman” ditemukan dalam prasasti-prasasti kuno tersebut, ini menjadi bukti, lagi bagi kebenaran mutlak Firman Allah di dalam Al-Quran. (Bersambung)


Sumber:
Al Qur’an dan Terjemahnya, 1971, Mujamma’ al Malik Fahd li thiba’at Mush-haf asy Syarif, Madinah
Alkitab, 1993, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta
Al-Qur’an dan Terjemahnya, 2002, Lembaga Penyelenggara Penterjemah Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta
Wikipedia (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) 

Bagikan artikel ini

Posting Komentar

0 Komentar