Ad Code

Ticker

10/recent/ticker-posts

Menjawab fitnah Kristen bahwa Islam membolehkan para suami berbuat keji terhadap istri-istrinya


بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم



Duladi Samarinda menulis sepotong dialog imajiner begini:
Muslimah: Agama yang berperasaan itu agama yang mengajari perempuan mengerti kebutuhan suami. Sakit seumur hidup, suami yang punya nafsu seks tinggi, itu bgaimana? Logikanya sanggup apa tidak menahan hasratnya itu. Kalau istri punya perasaan tentu tidak akan membiarkan suaminya haus seks dan melakukan onani setiap hari, aku jadi kasian sama Duladi.

Duladi: Agama yang berperasaan tidak hanya mengajari perempuan harus bagaimana, tapi juga mengajari laki-laki harus bagaimana.

Faktanya Islam hanya mengajari perempuan harus bagaimana agar supaya laki-laki girang, namun sebaliknya, Islam justru mengajari laki-laki bagaimana caranya agar istri KETAKUTAN DIKHIANATI dan KETAKUTAN DIPUKULI.

Islam membolehkan pria melakukan 5 perbuatan keji berikut:
  1. BOLEH KAWIN LAGI DENGAN WANITA LAIN (QS 4:3)
  2. BOLEH MEMELIHARA BUDAK SEKS & MENGGAULINYA (QS 4:3, QS 23:5-6)
  3. BOLEH PUKUL ISTRI (QS 4:34)
  4. BOLEH MENGURUNG ISTRINYA HINGGA ISTRINYA WAFAT (QS 4:15)
  5. BOLEH MENCAMPAKKAN ISTRI & MENGGANTINYA DG WANITA LAIN (QS 4:20)
Jika Islam memang bukan geng "setan" melainkan AGAMA PEMUJA TUHAN yang ajaran-ajarannya berasal dari Tuhan, jika Islam memang bukan PRODUK GAGAL buatan laki-laki playboy nan egois, jika Islam memang "agama" yang berperasaan, tentunya Islam TIDAK AKAN MEMBOLEHKAN 5 perbuatan keji di atas dilakukan oleh pria.

Tapi kenyataannya ISLAM JUSTRU MEMPERBOLEHKAN dst ......


TANGGAPAN
Duladi memahami Islam tidak menggunakan otak yang waras tapi dengan kebencian seorang kafir, di mana jika kebencian sudah merasuk, maka mata hati akan buta, telinga akan tuli, dan mulutpun hanya akan bicara keji.

1. BOLEH KAWIN LAGI DENGAN WANITA LAIN 

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nissa’:3)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan seandainya kamu tidak dapat berlaku adil atau tak dapat menahan diri dari memakan harta anak yatim itu, bila kamu menikahinya, maka janganlah kamu menikahinya dengan tujuan menghabiskan hartanya, melainkan nikahkanlah ia dengan orang lain. Dan kamu pilihlah wanita lain yang kamu senangi satu, dua, tiga, atau empat, dengan syarat haruslah kamu memperlakukan istri-istrimu itu dengan adil yaitu tentang persamaan waktu bermalam (giliran), nafkah, perumahan serta hal-hal berbentuk materi lainnya.

Apabila kamu tidak dapat melakukan semua itu dengan adil, maka cukuplah kamu nikahi seorang saja, atau memperlakukan sebagai istri hamba sahaya yang kamu miliki. Kepada mereka telah cukup apabila kamu penuhi nafkah untuk kehidupannya. Hal tersebut adalah merupakan suatu usaha yang baik agar kamu tidak terjerumus kepada perbuatan aniaya.

Memang benar, rumah tangga yang baik dan harmonis dapat diwujudkan oleh pernikahan monogami. Adanya poligami dalam rumah tangga berpotensi menimbulkan berbagai hal yang dapat mengganggu ketenteraman rumah tangga tersebut.

Akan tetapi manusia dengan fitrahnya memerlukan hal-hal yang dapat menyimpangkannya dari monogami. Hal tersebut tidak selalu karena dorongan seks semata, akan tetapi justru untuk mencapai kemaslahatan keluarga mereka sendiri. Karenanya Allah membolehkan (menurut fuqaha) atau memberi hukum keringanan rukhsah (menurut ulama tafsir) kepada kaum laki-laki untuk melakukan poligami (beristri lebih dari satu). Lagipula apa ayat ini mewajibkan setiap muslim harus poligami? Rasanya tidak, Poligami adalah alternatif pernikahan menurut hukum Islam selain Monogami. Jadi konsep pernikahan dalam islam itu ada dua:

1. Azas prinsip adalah Monogami.
2. Azas alternatif adalah Poligami

Allah SWT memperbolehkan poligami itu dengan syarat harus adil. Mengenai keadilan ini rujukannya adalah firman Allah SWT dalam Surat An Nisaa' ayat 129:

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا\
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.An-Nissa’:129)

Dan jika memang mampu untuk berlaku adil sesuai tuntutan agama dan memiliki alasan yang kuat pula untuk Poligami, maka hal itu dapat menjadi solusi bagi keadaan tertentu, misalnya:
  1. Isteri mandul,
  2. Isteri mengidap penyakit yang menghalangi suami untuk menggaulinya,
  3. Suami mempunyai hasrat seksual luar biasa, sehingga isteri khawatir suami akan serong saat ia sedang haid selama beberapa hari saja,
  4. Bila di suatu daerah jumlah wanita lebih banyak daripada pria, atau sebagai akibat dari peperangan jumlah wanita lebih banyak dari pria. Keadaan seperti ini rentan terhadap hal-hal negatif bagi kehidupan masyarakat jika tidak dibuka pintu Poligami. Banyak wanita yang berpotensi berbuat serong
  5. Melindungi seorang perempuan dari fitnah atau gangguan orang lain,
  6. Dlsb.
Faktanya, pernikahan Monogami jauh lebih dominan di tengah-tengah masyarakat Islam daripada Poligami, tapi kenapa justru poligami yang jadi sorotan?

Naif sekali jika anda menentang poligami karena dalam Bible sendiri tidak ada satu ayatpun yang mengecam, apalagi melarang poligami.

Kitab Ulangan 21:15-16 dan Keluaran 21:10 menjelaskan beberapa aturan dan hukum tentang beristri lebih dari satu. Ini adalah bukti bahwa Bibel pun tidak melarang poligami. Bible memberikan aturan tentang poligami, sesuai zaman yang berlaku pada masa itu.

Dalam Bible, pelaku Poligami yang pertama adalah Lamekh (Kejadian 4:19). Dalam Ulangan 25:5 disebutkan, jika suami meninggal, maka sang istri itu harus dinikahi oleh saudara lelaki sang suami. Perkawinan antara janda dengan ipar ini disebut "Kewajiban Perkawinan Ipar". Artinya, jika saudara laki-laki yang sudah beristri menuinggal, ia harus menikahi janda saudaranya. Jika iparnya itu menolak dengan alasan tidak suka, maka ia harus dihukum oleh tokoh agama dengan cara diludahi mukanya (Ulangan 25:9).

Dalam Bibel pun ditemui kidung tentang Poligami: 
Permaisuri ada enam puluh, selir delapan puluh, dan dara-dara tak terbilang banyaknya. Tetapi dialah satu-satunya merpatiku, idam-idamanku, satu-satunya anak ibunya, anak kesayangan bagi yang melahirkannya, putri-putri melihatnya dan menyebutnya bahagia, permaisuri-permaisuri dan selir-selir memujinya (Kidung Agung 6:8-9).

Legalnya Poligami ini didukung oleh fakta di dalam Bibel yang menjelaskan bahwa para Nabi Bani Israil juga berpoligami. Abraham punya dua istri, yaitu Sara (Kejadian 11:29-31) dan Hagar (Kejadian 11:29-31). Selain itu, Abraham juga disebut-sebut mempunyai selir bernama Ketura (Kejadian 25:1).

Yakub punya empat istri, yaitu Lea, Rahel, Bilha dan Zilpa (Kejadian 29:31-32, 30:34, 30:39). Jejak Yakub ditiru oleh putranya, Esau, dengan menikahi dua perempuan Kanaan yaitu Ada dan Oholibama (Kejadian 36:2-10).

Musa berpoligami dengan menikahi dua istri. Salahsatunya bernama Zipora (Keluaran 18:2, Bilangan 12:1). 

Salomo punya 700 istri dan 300 selir (1Raja-Raja:1-3). Anak kandung Salomo, Rehabeam, juga berpoligami. Ia punya 18 istri dan 60 selir yang memberinya 28 anak laki-laki dan 60 anak perempuan (2Tawarikh 11:21).

Daud juga memiliki banyak istri dan selir, di antaranya Ahinoam, Abigail, Maacha, Hadjit, Edjla, Michal dan Batsyeba (1Samuel 25:43-44,27:3,30:5, 2Samuel 3:1-5, 5:13, 1Tawarikh 3:1-9, 14:3, 2Samuel 16:22). 

Simson kawin beberapa kali (Hakim-Hakim 14:10, 16:1-4), dan masih banyak lagi daftar pelaku poligami lainnya dalam Bible.

Jauh sebelum Muhammad lahir, para nabi seperti Daud, Abraham, Yakub dan Salomo telah mempraktikan poligami. Tapi tak satupun ayat Bibel yang mengecam atau menilainya sebagai tindakan yang salah, bermaksiat, dan dosa pula.

Daud mengoleksi banyak istri dan selir, tapi Tuhan tidak mengecamnya sebagai kelemahan. Bahkan, Tuhan memberikan penghargaan dengan julukan "Nabi yang taat kepada Tuhan dan berkenan di hati-Nya" (Kisah Para Rasul 13:22).

Yakub menikahi banyak wanita yang bahkan memiliki hubungan darah. Tokh Yakub tidak dibenci Tuhan. Semasa hidupnya, Allah justru menampakkan diri keada Yakub sebagai Allah Yang Maha Kuasa (Keluaran 6:2). Bahkan, Tuhan menjanjikan akan memberikan sebuah negeri pada keturunan Yakub (Keluaran 33:1). "Yakub adalah nabi yang diberkati Tuhan, berada dalam kerajaan Sorga (Kerajaan Allah) bersama dengan Abraham, Ishak dan semua nabi Allah," (Matius 8:11, Lukas 13:28).

Lot (Luth), juga disebut menikahi dua kakak beradik hingaa beranak-pinak. Tapi, Tuhan tidak menegurnya sebagai orang yang berdosa karena berpoligami. Bahkan, Tuhan membeirkan pujian kepada Lot sebagai orang yang benar dan taat jepada Tuhan (2Petrus 2:7).

Bahkan Salomo diceritakan sebagai nabi superpoligami dengan koleksi istri terbanyak di dunia. Tuhan juga tidak mencelanya sebagai tindakan maksiat. Tuhan justru menyayangi Salomo sebagai orang yang sudah dipilih Tuhan sejak bayi untuk menjadi hamba-Nya yang akan mendirikan Bait Allah (1Tawarikh 22:9-10).

Pada masa Yesus, jika praktik poligami ini tercela dan harus dihapus, pasti Yesus akan menyikapinya dengan tegas. Ternyata, Yesus tidak pernah menghapus aturan tentang Poligami yang diterapkan para Nabi terdahulu. 

"Janganlah kamu menyangka, bahw aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya," (Matius 5:17).

Dalam buku Sex In The Bible, halaman 5 disebutkan, Yesus sendiri -meski Bibel tak menceritakan- apakah dia pernah menikah dan berpoligami, tapi Ia tidak pernah mencela ketika murid terkasihnya, Petrus, menikah berulangkali. Yesus tak mengecam apalagi menyuruh Petrus menceraikan istri-istrinya. Ini menunjukkan bahwa Yesus tidak mengharamkan poligami.

Sikap Yesus ini bisa dimaklumi, karena leluhur Yesus sendiri adalah pelaku poligami (lihat silsilah leluhur Yesus dalam Matius 1:1-17).

2. BOLEH MEMELIHARA BUDAK SEKS & MENGGAULINYA 
”Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya (kehormatannya), kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”(QS.Al-Mu’minun:5-6)

Perbudakan bukan produk agama Islam. Perbudakan itu sudah ada jauh sebelum Al-Quran diturunkan. Di zaman Romawi dan Yunani Kuno, Persia kuno, China dan hampir seluruh peradaban manusia di masa lalu telah dikenal perbudakan. Dan semua itu terjadi berabad-abad sebelum Islam datang.

Sedangkan negeri Arab termasuk negeri yang belakangan mengenal perbudakan, sebagaimana belakangan pula dalam mengenal kebejadan moral. Minuman keras, pemerkosaan, makan uang riba, menyembah berhala, poligami tak terbatas dan budaya-budaya kotor lainnya bukan berasal dari negeri Arab, tetapi justru dari peradaban-peradaban besar manusia.

Saat itu dunia mengenal perbudakan dan belaku secara international. Yaitu tiap budak ada tarif dan harganya. Dan ini sangat berpengaruh pada mekanisme pasar dunia saat itu. Bisa dikatakan bahwa budak adalah salah satu komoditi suatu negara. Dia bisa diperjual-belikan dan dimiliki sebagai investasi layaknya ternak.

Dan hukum international saat itu membenarkan menyetubuhi budak milik sendiri. Bahkan semua tawanan perang secara otomatis menjadi budak pihak yang menang meski budak itu adalah keluarga kerajaan dan puteri-puteri pembesar. Ini semua terjadi bukan di Arab, tapi di peradaban-peradaban besar dunia saat itu. Arab hanya mendapat imbasnya saja.

Dalam kondisi dunia yang centang perenang itulah Islam diturunkan. Bukan hanya untuk dunia Arab, karena kejahiliyahan bukan milik bangsa Arab sendiri, justru ada di berbagai peradaban manusia saat itu.

Maka wajar bila Al-Quran banyak menyebutkan fenomena yang ada pada masa itu termasuk perbudakan. Bukan berarti Al-Quran mengakui perbudakan, tetapi merupakan petunjuk untuk melakukan kebijakan di tengah sistem kehidupan yang masih mengakui perbudakan saat itu.

Tuduhan selanjutnya adalah dalam Islam diperbolehkan menggauli budak dengan berpatokan hanya pada QS.A-Nisa’:24 tanpa memperhatikan ayat sebelum dan sesudahnya. Padahal di ayat ini Allah malah menganjurkan untuk menikahi bukan menggauli.

"Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalakan bagi kamu selain yang demikian. (Yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS.An-Nisa’: 24).

"Dan barangsiapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita-wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki, Allah mengetahui keimananmu; sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan pula wanita yang mengambil laki-laki sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyarakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS.An-Nisa’: 25).

Dengan berpedoman pada satu ayat ini saja, sebetulnya sudah dapat disimpulkan bahwa seorang Muslim dilarang menggauli budaknya tanpa melalui proses pernikahan terlebih dulu.

Perhatikan konteksnya.
Pertama, ayat 24 adalah lanjutan dari ayat 23 sebelumnya yang menjelaskan tentang wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi (muhrim). Lalu pada ayat 24 disebutkan satu lagi status wanita yang terlarang dinikahi, yaitu mereka yang masih dalam status bersuami. Kemudian dilanjutkan oleh Allah, "kecuali budak-budak yang kamu miliki". Karena konteksnya adalah mengenai siapa-siapa yang tidak boleh dinikahi, maka tafsiran ayat "illa maa malakat aemaanukum" di sini adalah "Kecuali budak-budak wanita yang kamu miliki dapat dinikahi, walaupun masih dalam status bersuami. 

Dalam banyak penafsiran dijelaskan bahwa budak wanita yang bersuami namun dapat dinikahi yang dimaksud pada ayat tersebut adalah budak-budak yang menjadi tawanan perang dan atau dijual oleh tuannya. Jika seorang budak wanita menjadi tawanan perang dan suaminya tidak ikut tertawan, maka oleh sebagian ulama dianggap telah bercerai dengan sendirinya. Demikian pula, jika seorang budak wanita dijual oleh tuannya, sementara suaminya tidak ikut dijual bersamanya, maka secara otomatis pula terceraikan dari suaminya. Dengan demikian, jika seorang Muslim ingin menikahi budak wanita dalam status seperti ini boleh, karena bukan lagi sebagai wanita bersuami.

QS. An-Nisa’: 24 yang sering disalah fahami sebagai ayat pembenaran untuk menggauli budak tanpa nikah, justeru menjelaskan sebaliknya. Kejelasan ini semakin tampak jika membaca secara lebih teliti QS. An-Nisa’: 25.

Ayat 25 dimulai dengan kalimat; "dan jika kamu tidak memiliki kemampuan untuk menikahi wanita-wanita merdeka". Artinya, konteksnya adalah menikahi, bukan menzinahi. Kalimat ini dilanjutkan dengan: "Fa mimmaa malakat aemaanukum minmfatayaatikumul mu'minaat". Jika diterjemahkan: "ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki". Potongan ayat ini saja sudah jelas, bahwa jika tak mampu menikahi wanita merdeka (biasanya karena maharnya terlalu mahal) maka demi menjaga kehormatan lelaki tersebut, tidaklah mengapa apa menikahi (mengawini) wanita mu'min dari kalangan budak. Jadi bukan karena tidak mampu menikahi wanita merdeka, lalu boleh menggauli budak tanpa nikah!

Akan semakin jelas jika dibaca pula lanjutannya: "Fankihuuhunna biidzni ahlihina, waatuuhunna ujuurahunna bil ma'ruuf" (Maka nikahilah mereka, -yaitu budak-budak wanita tersebut- dengan izin walinya dan berikanlah maharnya dengan cara yang baik).

Jadi jelas menurut ayat QS. An-Nisa’:24-25 Islam menganjurkan untuk menikahi budak yang dimiliki jika tidak mampu menikahi wanita merdeka. Dengan demikian, jika ada orang yang memahami bahwa hukum Islam (apalagi dengan embel klasik) "pernah menghalalkan hubungan seksual dengan budak wanita yang bersuami tanpa nikah", adalah sangat keliru dan menunjukka kekurangtelitian dalam mencermati ayat-ayat Al-Qur'an.

Karena hukum-hukum dalam ajaran Islam inilah perbudakan kemudian berangsur-angsur hilang seperti diharamkannya khamar. Pada awalnya khamar tidak langsung dinyatakan haram, tetapi didahului dengan perintah jangan shalat dalam keadaan mabuk.

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” (QS. An Nisa’ : 43)

Lalu dilengkapi dengan ayat lain sebagai pelengkap hukum Haramnya Khamar:
Dan firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (QS. Al-Maidah: 90).

Begitu juga dengan menghapusan perbudakan dan menzinahi budak. Jika pada ayat QS.Al-Mu’minun:5-6, diperbolehkan untuk menggauli budak, maka pada ayat selanjutnya yaitu An-Nisa':24-25, Allah memerintah untuk menikahinya jika tidak sanggup menikahi wanita merdeka.

Sesungguhnya Islam lah agama yang secara perelahan namun pasti menghapus budaya perbudakan di seluruh muka bumi ini. Begitu banyak kafarat dari membebaskan budak, bahkan bagi orang-orang yang berikhtiat untuk melakukannya akan mendapat pahala yang sangat besar dari Allah.

"Barang siapa memerdekakan seorang budak mukmin, maka Allah akan membebaskan setiap anggota tubuhnya dari neraka dengan setiap anggota tubuh budak itu."  [HR. Muslim, No. 2775]

Bagaimana dengan Bible, adakah perintah untuk membebaskan budak di dalamnya?
Jawabnya: "Tidak!" Tidak ada satu ayatpun dalam Bible yang memerintahkan untuk membebaskan budak. Sebaliknya, justru ditemui ayat-ayat "penyemangat" untuk melakukan praktek-praktek perbudakan seperti berikut:

PERJANJIAN LAMA 
IMAMAT 25
[44] Tetapi budakmu laki-laki atau perempuan yang boleh kaumiliki adalah dari antara bangsa-bangsa yang di sekelilingmu; hanya dari antara merekalah kamu boleh membeli budak laki-laki dan perempuan.
[45] Juga dari antara anak-anak pendatang yang tinggal di antaramu boleh kamu membelinya dan dari antara kaum mereka yang tinggal di antaramu, yang dilahirkan di negerimu. Orang-orang itu boleh menjadi milikmu.
[46] Kamu harus membagikan mereka sebagai milik pusaka kepada anak-anakmu yang kemudian, supaya diwarisi sebagai milik; kamu harus memperbudakkan mereka untuk selama-lamanya...dstnya.

Nilai kemanusiaan apa yang dapat diambil dari ayat perbudakan di atas? Apakah Bible mengajarkan tentang pembebasan budak? Budak yang diwariskan turun-temurun tidak akan pernah merasakan kemerdekaannya. Jadi, sekali lag: apakah Bible mengajarkan kebebasan? Jawaban atas semuanya adalah: "Tidak!"

Perbudakan mengalami masa paling tragis justru pada jaman kolonialisme dan imperialisme Kristen. Sejarah mencatat kejinya praktek-praktek perbudakan yang dilakukan oleh orang-orang kristen terhadap penduduk lokal Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Jaman penjajahan Belanda di Indonesia, penduduk pribumi dijadikan budak pekerja Rodi yang sama sekali tidak berharga. Mereka terinspirasi oleh ayat-ayat ini:

Apabila ada seorang menjual anaknya yang perempuan sebagai budak, maka perempuan itu tidak boleh keluar seperti cara budak-budak lelaki keluar. (Keluaran 21:7)

Apabila seseorang memukul budaknya laki-laki atau perempuan dengan tongkat, sehingga mati karena pukulan itu, pastilah budak itu dibalaskan. (Keluaran 21:20)

Hanya jika budak itu masih hidup sehari dua, maka janganlah dituntut belanya, sebab budak itu adalah miliknya sendiri. (Keluaran 21:21)

Jadi, bagi umat Kristen memukuli budak tidak sampai mati, bahkan sampai mati sekalipun, menurut Bible adalah sah-sah saja. Sama sahnya dengan menjual anak perempuannya sendiri sebagai budak. Tidak ada larangan, bahkan dianjurkan!

ULANGAN 20
[10] Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang melawannya, maka haruslah engkau menawarkan perdamaian kepadanya.
[11] Apabila kota itu menerima tawaran perdamaian itu dan dibukanya pintu gerbang bagimu, maka haruslah semua orang yang terdapat di situ melakukan pekerjaan rodi bagimu dan menjadi hamba kepadamu.
[12] Tetapi apabila kota itu tidak mau berdamai dengan engkau, melainkan mengadakan pertempuran melawan engkau, maka haruslah engkau mengepungnya;
[13] dan setelah TUHAN, Allahmu, menyerahkannya ke dalam tanganmu, maka haruslah engkau membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki dengan mata pedang.
[14] Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan segala yang ada di kota itu, yakni seluruh jarahan itu, boleh kaurampas bagimu sendiri, dan jarahan yang dari musuhmu ini, yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, boleh kaupergunakan.

Di dalam ayat-ayat tsb dijelaskan, arti berdamai adalah harus menjadi budak dan pekerja Rodi. Tapi jika tidak ingin berdamai dan memilih berperang, maka dalam kondisi apapun, semua laki-laki harus dibunuh, sementara perempuan, anak-anak, dan seluruh harta benda musuh boleh dikuasai dan "dipergunakan" sesuka hati.

Perhatikan juga ini:

KELUARAN 21
[28] Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan, sehingga mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya tidak boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman.
[29] Tetapi jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati.
[30] Jika dibebankan kepadanya uang pendamaian, maka haruslah dibayarnya segala yang dibebankan kepadanya itu sebagai tebusan nyawanya.
[31] Kalau ditanduknya seorang anak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan menurut peraturan itu juga.
[32] Tetapi jika lembu itu menanduk seorang budak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus membayar tiga puluh syikal perak kepada tuan budak itu, dan lembu itu harus dilempari mati dengan batu.

Apabila lembu menanduk orang merdeka maka lembu itu harus dilempari dengan batu hingga mati. Sedangkan jika menanduk seorang budak, maka lembu itu tetap dilempari dengan batu tapi tidak boleh sampai mati. Jadi, mana lebih berharga menurut Bible, lembu atau manusia berstatus budak? 

PERJANJIAN BARU
EFESUS 6
[5] Hai hamba-hamba, taatilah Tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus,

1TIMOTIUS 6
[1] Semua orang yang menanggung beban perbudakan hendaknya menganggap Tuan mereka layak mendapat segala penghormatan, agar nama Allah dan ajaran kita jangan dihujat orang.
[2] Jika Tuan mereka seorang percaya, janganlah ia kurang disegani karena bersaudara dalam Kristus, melainkan hendaklah ia dilayani mereka dengan lebih baik lagi, karena Tuan yang menerima berkat pelayanan mereka ialah saudara yang percaya dan yang kekasih.

Bagaimana Bible berbicara tentang "menggauli" budak?
Perhatikan ini:

Adapun hamba yang tahu akan kehendak Tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. (Lukas12:47)

Kita bisa bayangkan sendiri seberapa luas sebenarnya makna ayat ini.  Budak, bisa laki-laki bisa juga perempuan, yang tidak menuruti dan melakukan kehendak Tuannya boleh dipukuli bertubi-tubi. 

Lalu, bagaimana mendefinisikan secara benar "kehendak seorang Tuan" terhadap budaknya jika di dalamnya tidak termasuk "menggauli tanpa perlu menikahinya terlebh dulu"?

Jika tuannya memberikan kepadanya seorang isteri dan perempuan itu melahirkan anak-anak lelaki atau perempuan, maka perempuan itu dengan anak-anaknya tetap menjadi kepunyaan Tuannya, dan budak laki-laki itu harus keluar seorang diri. (Keluaran 21:4)

Lebih buruk lagi, tidakkah ini menunjukkan bahwa menurut Bible, seorang budak tak ubahnya seperti binatang ternak?

3. BOLEH PUKUL ISTRI 

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍۢ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌۭ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّۭا كَبِيرًۭا
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nissa':34)

Arti "Nusyuz" adalah mengabaikan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz seorang isteri di antaranya adalah meninggalkan rumah tanpa izin suaminya, mendurhakai suami, serta melakukan perbuatan-perbuatan terlarang menurut agama. Nusyuz dapat mendatangkan bencana dalam rumah tangga, dapat menjadi penyebab rumah tangga kandas jika dibiarkan. Karena itu Allah SWT memberi petunjuk bagaimana seorang suami harus menyikapinya agar keutuhan rumah tangga mereka tetap terjaga. Kata “pukullah” dalam ayat tsb bukan dimaksudkan untuk menzalimi, tapi untuk mendidik istri. Allah SWT memberi 3 solusi bertahap kepada suami untuk menyikapi istri yang Nusyuz, dan perintah pukul adalah cara terakhir jika dua cara sebelumnya tidak menyebabkan perubahan sikap Nusyuz istri.

Islam menetapkan syarat terukur untuk melaksanakan perintah "pukul" ini  sehingga tetap di dalam batasan maksud diperboehkannya memukul istri, yaitu untuk memperbaiki, meluruskan, dan mendidik. Bukan untuk membalas dendam, menghina, apalagi merendahkan martabat istri sendiri. 

Jika istri berperilaku Nusyuz, maka pertama-tama nasehatilah ia dengan cara-cara yang baik. Jika nasehat yang baik tidak membuatnya merubah sikap, maka suami dibolehkan mengambil inisatif -untuk batasan waktu yang dianggapnya cukup- pisah ranjang dengan istrinya, dengan catatan tetap di bawah atap rumah yang sama. Jika dua cara ini pun masih tidak membuat istri merubah sikap, yang membuktikan bahwa perilaku istri sudah melampaui batas, barulah hak suami untuk melaksanakan cara ketiga diperbolehkan! 

Sedangkan seperti apa seorang suami boleh memukul istri dicontohkan oleh Allah melalui kisah teladan Nabi Ayub As dalam QS. Al-Anfal:44,

Dan jika setelah itu terbukti istri meninggalkan perilaku Nusyuznya, maka Allah melarang suami coba mencari-cari alasan untuk menyusahkan istrinya. Perhatikan lagi perintah; “ ... maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.”

Islam tidak pernah membenarkan suami manapun untuk bersikap zalim kepada istrinya. Sebaliknya menganjurkan agar mereka senantiasa bersikap baik kepada istrinya.

Dalam sdalahsatu hadits diriwayatkan oleh Mu’awiyah ibn Haydah: ”Saya bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana harus mendekati istri-istri kami dan bagaimana seharusnya meninggalkan mereka? Nabi menjawab: "jangan engkau mencaci-maki mereka, dan jangan pula memukul mereka. [Sunan Abi Dawud, kitab 11, Nikah, No. 2138]

Di riwayatkan oleh Mu’awiyah al-Qushayri: “Saya mendatangi Rasulullah (saw) dan menanyakannya: Apakah tuntunan baginda berkenaan masalah istri? Nabi menjawab: Berikan mereka makanan seperti yang engkau makan, berikan pakaian seperti yang engkau pakai, dan jangan kamu pukul mereka, dan jangan mencaci-maki mereka. [Sunan Abu-Dawud, Kitab 11, Nikah, nomor 2139]

Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًۭا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍۢ مُّبَيِّنَةٍۢ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًۭا كَثِيرًۭا
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa`: 19)

Nabi Muhammad SAW menjelaskannya,
“Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya, dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah.” [HR. Abu Dawud]

“Kaum mukmin yang paling sempurna keimanannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kalian ialah yang terbaik kepada istri-istrinya.” [HR. At-Tirmidzi]

“Barangsiapa -diantara para suami- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub a.s atas kesabarannya menanggung penderitaan.” [HR. An-Nasa`i dan Ibnu Majah]

Tidak hanya mejelaskan, Nabi Muhammad SAW juga mencontohkan sikap sabar seorang suami terhadap istrinya dalam perbuatan. Beliau lebih memilih untuk tidur diluar rumah daripada membangunkan istrinya ketika pulang larut malam, dan beliau tidak pernah menjadi marah apabila makanan belum tersedia. Dalam salahsatu eiwayat disebutkan bahwa pada suatu pagi Rasulullah bertanya kepada Aisyah apakah makanan sudah tersedia. Aisyah menjawab bahwa ia belum mempersiapkan makanan untuk pagi itu. Dengan sabarnya, Rasul hanya berkata bahwa ia akan berpuasa saja pada hari itu. Rasul tidak sedikitpun menjadi kecewa atau marah menyikapi keadaan tersebut. Rasulullah bahkan pernah berkata: “sebaik2 lelaki adalah lelaki yang paling baik dan lemah lembut terhadap istrinya.”

“Bertakwalah kepada Allah dalam perihal wanita. Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan dihalalkan atas kalian kehormatan mereka dengan kalimat Alah. Maka hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang ma’ruf.” [HR. Muslim]

Seorang muslim yang mengaku beriman kepada Allah SWT sudah sewajarnya mengikuti perintah Islam untuk berlaku baik, bersabar, dan memuliakan istrinya seperti yang dicontohkan juga oleh Khalifah Umar Bin Khattab RA saat ia ditanya kenapa diam saja ketika diomeli istrinya:

"Tahukah kalian seberapa berat beban yang harus dia tanggung, setelah dia membersihkan seisi rumah sendiri, memasak untuk diriku, merawat dan mendidik anak-anakku. Semua dia lakukan sendiri karena aku tidak mampu membayar pembantu untuk meringankan bebannya, padahal semua itu adalah kewajibanku. Memuliakan seorang istri di dalam rumahnya adalah tugas suami. Tapi aku terlalu miskin untuk menggaji pembantu sehingga dia harus mengerjakan semua sendiri. Untuk itu, hanya sekedar diomeli saja kenapa aku harus marah, demi melihat pengorbanannya kepada keluarga." [Umar Ibn Khattab RA]

Mencermati semua ajaran mulia Islam berdasar Al-Qur’an dan hadis, termasuk pula tindakan nabi Muhammad SAW sendiri tentang bagaimana beliau berbuat baik dan memuliakan istri, maka masuk akalkah tudingan bahwa Islam memerintah para suami untuk memukuli istri sekehendak hati seperti yang selama ini digaungkan oleh para kafir penghujat?

Sebagai perbandingan mari kita lihat, apakah tidak ada KDRT dalam Bible?

1. Nasib istri yang menikah dalam keadaan sudah tidak perawan
“Apabila seseorang mengambil isteri dan setelah menghampiri perempuan itu, menjadi benci kepadanya, menuduhkan kepadanya perbuatan yang kurang senonoh dan membusukkan namanya dengan berkata: Perempuan ini kuambil menjadi isteriku, tetapi ketika ia kuhampiri, tidak ada kudapati padanya tanda-tanda keperawanan maka haruslah ayah dan ibu gadis itu memperlihatkan tanda-tanda keperawanan gadis itu kepada para tua-tua kota di pintu gerbang.” (Ulangan 22:13-15)

Bayangkan! Justru si istri yang harus menanggung malu dengan membiarkan para tetua kota memeriksa kemaluannya untuk mengetahui apakah ia masih perawan atau tidak. Dan celakalah sang istri jika ternyata memang dia sudah tidak perawan lagi, sebab selanjutnya dia harus dirajam sampai mati!

“Tetapi jika tuduhan itu benar dan tidak didapati tanda-tanda keperawanan pada si gadis, maka haruslah si gadis dibawa ke luar ke depan pintu rumah ayahnya, dan orang-orang sekotanya haruslah melempari dia dengan batu, sehingga mati–sebab dia telah menodai orang Israel dengan bersundal di rumah ayahnya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat dari di antara kamu”.(Ulangan 22:20-21)

Padahal seorang perempuan bisa kehilangan keperawanan karena banyak hal, seperti akibat kecelakaan, diperkosa dlsb, tidak semata-mata hanya karena berzinah

2. Istri yang menolong suaminya malah tangannya harus dipotong
Editor Bible bahkan sempat-sempatnya membayangkan kejadian lucu seperti di bawah ini:
“Apabila dua orang berkelahi dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap kemaluan orang itu, maka haruslah kau potong tangan perempuan itu, janganlah engaku merasa sayang kepadanya.” (Ulangan 25:11-12)

4. BOLEH MENGURUNG ISTRINYA HINGGA ISTRINYA WAFAT

وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.” (QS. An-Nissa:15)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang hukum yang berhubungan dengan orang yang melakukan perbuatan keji (zina) pada masa awal Islam. Allah menerangkan bahwa apabila terdapat di antara wanita Islam yang bersuami (muhsanah) melakukan perbuatan keji, maka sebelum dilakukan hukuman kepada mereka haruslah diteliti dahulu oleh empat orang saksi laki-laki yang adil. Apabila kesaksian mereka dapat diterima maka wanita itu harus dikurung atau dipenjara di dalam rumahnya, tidak boleh ke luar sampai menemui ajalnya. Demikianlah juga hukuman tersebut berlaku terhadap laki-laki yang pernah kawin (muhsan) dengan jalan qiyas (disamakan dengan hukuman wanita tersebut). Ini merupakan suatu hukuman atas perbuatan mereka agar mereka tidak lagi mengulangi perbuatan keji tersebut. atau sampai Allah memberikan jalan ke luar yang lain bagi mereka.

Menurut para mufassir jalan keluar yang diberikan Allah dan Rasul-Nya adalah dengan datangnya hukum yang lebih jelas yakni turunnya ayat ke-dua surah An Nur yang kemudian diperinci lagi oleh Nabi Muhammad SAW dengan hadisnya; yaitu apabila pezina itu sudah menikah maka hukumannya rajam sampai mati, dan apabila perawan/jejaka maka hukumannya didera sebanyak seratus kali. Demikian menurut suatu riwayat.

Jadi perintah mengurung istri bukan diperuntukkan bagi suami yang istrinya baik-baik saja, melainkan khusus bagi para suami yang istri-istrinya kedapatan berzina. Dan itu pun harus dapat dibuktikan oleh kesaksian dari sedikitnya 4 orang terpercaya. 

TUHAN DI Bible MENYURUH NABINYA MENIKAHI PELACUR DAN TIDAK MENGHUKUM PELACUR/PEZINAH

Tuhan di dalam Bible malah menyuruh seorang nabi-Nya yang bernama Hosea untuk menikahi seorang wanita pelacur yang suka berzinah untuk menjadi istrinya. Perhatikan ayat Bible Hosea 1:2-3 berikut ini :
(2) Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah Ia kepada Hosea: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi Tuhan.”
(3) Maka pergilan ia dan mengawnini Gomer binti Diblaim, lalu mengandungkah perempuan itu dan melahirkan bayinya seorang laki-laki.


Ironis sekali Tuhan dalam menyuruh Nabi Hosea untuk mengawini wanita sundal. Jika begitu sama saja Tuhan menyuruh umat-Nya tidak takut berzinah dan menjadi pelacur. Jika laki-laki Kristen meneladani Nabi Hosea maka seharusnya mereka menikahi juga para pelacur karena itu memang perintah Tuhan. Begitu juga dengan wanita akan tidak takut menjadi pelacur, toh pelacur bukanlah pekerjaan hina di mata Tuhan bahkan bisa mendapat kehormatan dinikahi nabi. Bahkan dalam ayat lain Tuhan berfirman bahwa Dia tidak akan menghukum pelacur dan pesundal serta para pezinah, perhatikan ayat Hosea 4:14 sebagai berikut :


“Aku tidak akan menghukum anak-anak perempuanmu sekalipun berzinah, atau menantu-menantu perempuan, sekalipun mereka bersundal, sebab mereka sendiri mengasingkan diri bersama-sama dengan perempuan-perempuan sundal dan mempersembahkan korban bersama-sama dengan sundal-sundal bakti, dan umat yang tidak berpengertian akan runtuh."

What??? Tidak ada hukuman bagi perempuan pezinah??? Pantesan di negara-negara barat yang mayoritas beragama Kristen kebanyakan adalah penganut freesex.

5. BOLEH MENCAMPAKKAN ISTRI & MENGGANTINYA DG WANITA LAIN

وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا ۚ أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain , sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?” (QS. An-Nissa’:20)

Allah menerangkan apabila di antara para suami ingin mengganti istrinya dengan istri yang lain, karena ia tidak dapat lagi mempertahankan kesabaran atas ketidak senangannya kepada istrinya itu baik karena nusyusnya, perselingkuhan atau permasalahan berat lainnya. Tapi jika istri tidak pula melakukan tindak kejahatan, maka janganlah suami mengambil barang atau harta yang telah diberikan kepadanya. Bahkan suami wajib memberikan hadiah penghibur kepadanya sebab perpisahan itu bukanlah atas kesalahan ataupun permintaan dari istri, tapi semata-mata kerena suami mencari kemaslahatan bagi dirinya sendiri. Allah memperingatkan: apakah suami menjadi orang yang berdosa, dengan tetap meminta kembali harta mereka dengan alasan yang dicari-cari? Karena tidak jarang suami membuat tuduhan-tuduhan jelek terhadap istrinya agar ada alasan baginya untuk menceraikan dan minta kembali harta yang telah diberikannya, dan dengan turunnya ayat ini islam melarang suami sembarangan menceraikan istrinya dengan alasan yang dibuat-buat. Dan ketahuilah, bahwa cerai adalah alternative terakhir jika tidak ada solusi lg dalam menghadapi suatu masalah dalam suatu rumah tangga, apabila pernikahan itu dilanjutkan akan menimbulkan banyak kemudharatan.

"Tidak ada sesuatu yang Allah halalkan, tetapi Ia sangat membencinya, melainkan talaq." (HR. Abu Daud)

Perkataan halal tapi dibenci oleh Allah memberikan suatu pengertian, bahwa talaq itu suatu rukhshah yang diadakan semata-mata karena darurat, yaitu ketika memburuknya pergaulan dan menghajatkan perpisahan antara suami-isteri. Tetapi dengan suatu syarat: kedua belah pihak harus mematuhi ketentuan-ketentuan Allah dan hukum-hukum perkawinan.

Lebih detil tentang Talaq, silahkan baca catatan saya; Talaq Dalam Perspektif Islam, Yahudi, dan Kristen yang memaparkan seara lengkap perbandingan mana yang lebih realistis di antara ajaran Islam, Kristen dan Yahudi tentang perceraian.

Wallahu'alam bishshowab...
Bagikan artikel ini

Posting Komentar

0 Komentar