Ad Code

Ticker

10/recent/ticker-posts

Menjawab siapa sebenarnya ‘Kami’ di dalam Al-Quran

Banyaknya Ayat Al-Quran tentang Allah yang menggunakan kata ganti ”Kami” seringkali dipersoalkan oleh para Evangelist, Misionaris dan rombongan pesorak mereka.

Bagi orang-orang kurang akal ini, kata "kami" dalam banyak ayat-ayat Al-Quran dituduh sebagai bukti adanya kontradiksi antara ayat-ayat Al-Quran lain yang sangat jelas dan tegas menyatakan bahwa Allah adalah Esa.

Sementara bagi para Misionaris, kata "kami" yang merujuk kepada Allah ini dijadikan justifikasi bahwa ayat-ayat Al-Quran sebetulnya membenarkan konsep ketuhanan Trinitas.
Tuduhan dan angan-angan tersebut pada dasarnya hanya asumsi yang sangat dangkal dalam memahami kata “kami” menurut bahasa Al-Quran yang mereka simpulkan sendiri sebagai kata ganti untuk Allah yang majemuk.

Di dalam kitab “Fatawa Al-Azhar” disebutkan bahwa sesungguhnya Al-Qur’an al Karim diturunkan dari sisi Allah swt dengan bahasa arab yang merupakan bahasa Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dan menggunakan tingkat balaghah dan kefashan tertinggi. Artinya, dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy Syuara’: 195) 

Dalam budaya bertutur bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia,  adalah suatu hal yang lumrah saja  jika seorang pembicara merepresentasikan dirinya dengan menggunakan lafadz "saya" (bahasa Arab;  أنا, ana) dan jika melibatkan orang lain bersamanya, maka ia akan menggunakan lafadz "kami" (bahasa Arab; نحن,  nahnu). Namun lafadz نحن (nahnu, kami), khususnya dalam budaya bertutur bangsa Arab, dipahami juga oleh pendengarnya sebagai "saya" jika si pembicara tidak hanya merepresetasikan dirinya sebagai individu, akan tetapi termasuk juga berbagai atribut yang melekat pada dirinya. Boleh jadi itu merupakan jabatan, reputasi, kedudukan, atau nasab keluarga. Misalnya saja ketika seorang Raja atau Pangeran dari salahsatu negara-negara Arab berbicara di hadapan pemimpin atau rakyat negara-negara lain. Lazimnya ia akan menggunakan kata ganti نحن (nahnu, kami) dalam merepresentasikan dirinya. Sebut saja misalnya Raja Salman Abdul Aziz Al Saud. 

Manakala ia berkata; "Kami menjamin kemudahan seluruh proses administratif untuk calon jemaah haji Indonesia yang akan melaksanakan ibadah ke tanah suci terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian ini", maka baik pendengar yang bertutur dalam bahasa Arab maupun bahasa Indonesia sama-sama mengerti dengan sempurna bahwa sekalipun sang Raja menggunakan kata "kami" dalam pernyataannya, namun tak seorang pun pendengar yang akan mengartikannya sebagai pernyataan bahwa saat itu Raja Arab Saudi lebih dari satu orang!

Atau katakanlah misalnya pada masa pemerintahannya dulu, Bung Karno, Presiden Republik Indonesia Pertama berorasi; "Atas nama Presiden Indonesia Barat, Presiden Indonesia Tengah, dan Presiden Indoenesia Timur, saya bersumpah akan mempertahankan setiap jengkal tanah negeri ini hingga tetesan darah terakhir!"  Mendengar ini, dijamin! Tidak akan ada satu pun warga negara Indonesia yang akan sedemikian dungu mengartikan ucapan Pemimpin Besar Bangsa itu sebagai pernyataan bahwa Presiden Republik Indonesia ada tiga!    

Mengapa demikian? Karena kita semua tahu bahwa baik Raja Arab Saudi maupun Presiden Rpublik Indonesia sejatinya memang sama-sama haya satu orang! (Lihat definisi kata "kami" di sini)

Definisi kata "kami" dalam bahasa Indonesia adalah bentuk pronomina pertama tunggal atau jamak yang secara eksklusif menunjukkan kehormatan si pembicara. Dengan kata lain, lawan bicara tidak termasuk di dalamnya. Berbeda dengan kata "kita". 


Sedangkan dalam konteks ayat-ayat Al-Quran, apabila Allah, Tuhan Pemilik seluruh Keagungan, berfirman:

“Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka, apabila Kami menghendaki, Kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka.” (QS. Al-Insan: 28)

Posisi Allah di sini adalah sebagai pemberi karunia kepada seluruh makhluk, pemberi nikmat, dan sekaligus pemberi peringatan kepada orang-orang kafir sesuai dengan kata ganti pengagungan terhadap diri-Nya yang menunjukkan makna Mahakuat, Mahagagah dan Maha berkuasa.

Dan apabila Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)

Posisi Allah di sini adalah sebagai pemilik segala kuasa yang memberikan ketenangan berupa jaminan pemeliharaan terhadap Al-Qur’an yang telah diturunkan dengan kekuasaan dan hikmah-Nya. 

Dan apabila Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),” (QS. Ghafir: 15)

Posisi Allah di sini adalah sebagai penolong sekaligus pelindung bagi para rasul dan orang-orang beriman pada hari pengakiman yang sungguh maha dahsyat kelak di akhirat. 

Sedangkan makna lain yang terkandung dalam kata "kami" pada ayat-ayat di atas menyiratkan bentuk penghargaan Allah kepada setiap makhluk-Nya yang "terlibat" dalam masing-masing proses sebagaimana dimaksud dalam setiap konteks ayat di mana kata "kami" disebutkan.

Bahasa Arab memiliki 14 "dhamir" atau kata ganti orang. Mulai dari "Huwa" sampai "Nahnu". Huwa adalah kata ganti untuk orang ketiga, tunggal dan laki-laki.

Di dalam Al-Quran, penggunaan kata ganti orang ini sering juga dinisbatkan untuk lafadz Allah. Al-Quran membahasakan Allah dengan kata ganti Dia (huwa). Di mana makna aslinya adalah dia, laki-laki, satu orang. Tetapi kita tahu bahwa Allah bukan laki-laki, bukan perempuan, bukan pula banci. Allah tidak serupa dengan apa pun yang dapat dibayangkan oleh manusia dengan menggunakan segenap kemampuan panca Inderanya.

Kalau ternyata Al-Quran menggunakan kata ganti Allah dengan lafadz huwa, dan bukan hiya (untuk perempuan), sama sekali tidak berarti bahwa Allah itu laki-laki. Penggunaan kata ganti huwa (yang sebenarnya untuk laki-laki) adalah ragam keistimewaan bahasa Arab yang tidak ada seorang pun meragukannya.

Maka demikian pula halnya dengan penggunaan kata نحن (nahnu, kami), yang meski secara penggunaan, asal katanya adalah untuk kata ganti orang pertama jamak (lebih dari satu), baik laki-laki maupun perempuan, namun sama sekali tidak berarti bahwa Allah itu lebih dari satu.

Orang Arab sendiri pasti akan terpingkal-pingkal jika melihat cara para Evangelis dan Misionaris Kristen Indonesia yang berusaha menyesatkan orang banyak lewat logika aneh mereka yang melawan pemahaman para penutur bahasa Arab sendiri, dengan mengatakan Allah adalah kesatuan majemuk atau berbilang hanya karena Al-Quran kerap menyebut Allah menggunakan kata ganti "kami" (nahnu). Betapa lucunya logika yang mereka kembangkan. Niatnya sok tahu tentang bahasa arab, sementara orang arab sendiri mafhum bahwa bahasa mereka istimewa.




Bagikan artikel ini

Posting Komentar

0 Komentar