Kenapa lukisan wajah asli Nabi Muhammad tidak ada?
Jawabannya sederhana saja; pada masa Nabi Muhammad SAW hidup, tidak ada seorang pun yang pernah melukis wajah beliau, sementara pada masa itu teknologi fotografi masih belum ditemukan.
Ya! Kalau mau yang singkat-singkat saja, begitulah jawabannya. Tapi jawaban yang sesungguhnya tidak sesingkat dan sesederhana itu, dan untuk yang tidak singkat dan tidak sederhana inilah umat Islam seharusnya merasa bersyukur sekaligus bangga.
Kenapa?
Karena haramnya menggambar, melukis, atau memvisualisasikan wajah Para Nabi Allah, termasuk tentu saja wajah Nabi Muhammad SAW, justru menjadi bukti otentik betapa Islam sangat menjaga ashalah (keaslian) sumber ajarannya.
Larangan melukis Nabi Muhammad SAW terkait dengan keharusan menjaga kemurnian ‘aqidah kaum muslimin. Kita semua tahu bahwa awal mula sejarah munculnya paganisme atau penyembahan kepada berhala adalah karena dibuatnya lukisan atau patung orang-orang shaleh seperti Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr oleh kaum Nabi Nuh As.
Memang pada awalnya, lukisan dan patung-patung tsb hanya sekedar untuk mengenang keshalehan mereka. Bukan untuk disembah. Tetapi setelah generasi ini punah, muncul generasi berikutnya yang tidak mengerti maksud dari generasi sebelumnya membuat gambaran orang-orang shaleh tsb, kemudian syetan menggoda mereka sehingga askhirnya menyembah gambar-gambar dan patung-patung orang sholih tersebut.
Melukis Nabi Muhammad SAW dilarang karena dapat membuka pintu paganisme atau berhalaisme baru, padahal Islam adalah agama yang paling keras menentang pemujaan kepada berhala!
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا اشْتَكَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَتْ بَعْضُ نِسَائِهِ
كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ
وَكَانَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأُمُّ حَبِيبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَتَتَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ فَذَكَرَتَا مِنْ حُسْنِهَا وَتَصَاوِيرَ
فِيهَا فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ
الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا
فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, sebagian isteri beliau menyebut-nyebut sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habsyah yang disebut dengan Maria. Ummu Salamah dan Ummu Habibah radhiyallahu‘anhuma pernah mendatangi negeri Habsyah, mereka menyebutkan tentang kebagusannya dan gambar-gambar yang ada di dalamnya. Maka beliau pun mengangkat kepalanya, lalu bersabda: “Itulah orang-orang yang bila ada orang sholih di antara mereka yang mati, mereka membangun masjid di atas kuburannya kemudian membuat gambar-gambarnya. Itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” [HR. Ahmad dan Al-Bukhari]
Demikian Rasulullah SAW mencela perilaku umat ahlikitab yang mengkultuskan orang-orang shalih mereka dengan membuat gambar-gambarnya agar dikagumi lalu dipuja. Rasulullah SAW melarang umat Islam menyerupai mereka:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” [HR. Abu Dawud]
Dalam hadits yang lain, beliau bersabda:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا
أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian menyanjungku berlebihan sebagaimana orang-orang Nashrani menyanjung Putera Maryam, karena aku hanya hamba-Nya dan Rasul utusan-Nya.” [HR. Ahmad dan Al-Bukhori]
Itulah sebabnya kenapa umat Islam menolak keras segala bentuk visualisasi Rasulullah SAW dalam rangka menjaga kemurnian ‘aqidah Islam.
Masih banyak sebab lain kenapa Islam melarang segala bentuk visualisasi Rasulullah SAW. Di antaranya adalah karena membuka peluang terjadinya penistaan terhadap pribadi beliau. Kita tahu bahwa jika karena satu dan lain alasan ada orang yang membenci seseorang tapi tidak berani melampiaskan kebenciannya secara langsung, maka biasanya dia akan menyalurkannya melalui serentetan penistaan terhadap gambar atau foto orang yang dia benci. Apakah akan dia ludahi, atau dia injak-injak, atau dia sobek-sobek, atau dia bakar, atau dia jadikan gambar karikatur dlsb, yang penting nafsu angkara untuk menista orang yang dibencinya tersalurkan.
Tapi dengan tidak adanya lukisan yang dapat dijadikan sebagai representasi pribadi Nabi Muhammad SAW, maka tidak mungkin ada orang kafir atau orang fasiq pembenci beliau yang dapat melakukan hal semisal di atas. Sekalipun mereka membuat ratusan visualisasi Nabi Muhammad SAW lalu habis-habisan melecehkan semua gambaran itu sesuka hati mereka, tokh itu bukan gambar Nabi Muhammad SAW yang sesungguhnya? Jika hal bodoh itu tetap mereka lakukan juga, maka analoginya sama seperti sekumpulan pembenci Durian yang membuat berbagai gambar Melon, lalu habis-habisan melaknat Melon karena benci pada Durian!
Sepeninggal beliau, hanya orang-orang Mukmin yang benar imannya sajalah yang dapat melihat rupa Nabi Muhammad SAW. Hal ini didijelaskan dalam salahsatu hadits:
مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا
يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِي
““Barangsiapa melihatku di dalam mimpi, niscaya ia akan bertemu denganku dalam keadaan terjaga (karena) setan tidak dapat menyerupaiku” [HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud Ibnu Majah]
Dalam riwayat lain, Al-Bukhari menambahkan:
وَرُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنْ
النُّبُوَّةِ
“Dan mimpi seorang mu’min adalah seperempat puluh enam bagian dari kenabian.”
Dengan demikian maka tidak mungkin ada orang fasiq, apalagi kafir, yang pernah melihat rupa Nabi Muhammad SAW dalam mimpinya. Kenapa? Lihat penjelasan detilnya di sini.
Lalu, bagaimana memastikan kebenarannya jika ada yang mengaku mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW? Cocokkan saja ciri-ciri sosok yang ditemuinya dalam mimpi tsb dengan hadits-hadits syamail shahih, yaitu hadits-hadits yang bertutur tentang ciri-ciri Rasulullah SAW. Jika yang bemimpi itu seorang Mukmin, atau seorang kafir yang tengah mendapat hidayah, niscaya mimpinya benar. Tapi jika dia kafir tulen, maka sudah pasti sosok yang ditemuinya dalam mimpi itu adalah setan yang menyaru sebagai orang lain yang sudah pasti pula, bukan Nabi Muhammad SAW!
Jadi, karikatur-karikatur yang selama ini digambar dan disebar-luaskan oleh orang-orang kafir dan munafiq untuk melecehkan Nabi Muhammad SAW sekaligus melecehkan umat Islam sedunia jelas merupakan kebohongan yang sia-sia, sebab bagaimana mungkin mereka merasa telah menggambar wajah Rasulullah SAW sedangkan untuk melihat rupa asli beliau dalam mimpi saja mustahil?
Haramnya menggambar Nabi Muhammad SAW dan Nabi-Nabi Allah lainnya oleh para ulama ditetapkan berdasarkan pemikiran logis bahwa adalah mustahil memastikan bahwa gambar itu memang benar-benar merepresentasikan sosok yang sebenarnya. Kenapa? Karena tidak ada satu manusiapun dari jaman masing-masing Nabi tsb yang hari ini masih hidup untuk memastikan kecocokannya! Jadi, semua lukisan, pahatan, dan gambaran tentang Para Nabi Allah, khususnya dalam literatur dan tradisi kekristenan, dipastikan bukan wajah dan rupa mereka yang sebenarnya. Gambar-gambar dan patung-patung tsb 100% merupakan hasil hayalan dan imajinasi para pelukis dan pemahatnya saja!
Seandainya yang digambar itu hanya orang biasa, bukan Nabi, mungkin masalahnya tidak akan serumit menggambar seorang Nabi. Menggambar atau melukis wajah seorang Nabi memiliki tingkat kesulitan tersendiri dari banyak segi. Mungkin anda bertanya, mengapa harus sulit? Bukannah tujuan menggambar Nabi itu baik, yaitu agar lebih mendekatkan kita kepada sosok sang Nabi?
Ya, masalahnya menjadi sulit lantaran seorang Nabi adalah pembawa risalah dari Allah. Maka bukan hanya ucapannya saja yang jadi ukuran, tetapi semua perilaku, bahkan hingga rupa dan bentuk tubuhnya pun menjadi bagian utuh yang mencerminkan risalah tsb.
Penggambaran wajah dan tubuh seorang Nabi, sedikit atau banyak sangat berpengaruh pada esensi syariat yang disampaikannya, mengingat di kemudian hari, setelah mereka tidak ada, akan ada orang-orang yang berdusta tentang Nabi. Baik berdusta atas nama Nabi, maupun berdusta tentang perkataannya, perbuatannya, taqrirnya (sikap), termasuk berdusta tentang kondisi fisiknya.
Dan berdusta atas apa yang dibawa oleh seorang nabi merupakan dosa yang amat serius. Ancamannya tidak tanggung-tanggung, yaitu neraka!
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” [HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4].
Berdasarkan hadits ini dan alasan-alasan logis di atas, maka para ulama sepakat untuk mengharamkan visualisasi atas diri semua Nabi. Sebab dapat dipastikan bahwa semua penggambaran itu tidak lain dari hasil hayalan dan imajinasi para senimannya saja. Hayal dan imajinasi pada hakikatnya adalah kebohongan, meski niatnya mungkin baik.
Kita dapat menyimpulkan sendiri bahwa haramnya menggambar wajah seorang Nabi bukan semata-mata karena dikhawatirkan gambar-gambar tsb akan menjadi mediasi untuk menghina Nabi, melainkan masalah keaslian dan kejujuran gambar itu sendiri. Menampilkan gambar-gambar sosok imajinatif tapi disebut sebagai Nabi adalah sebuah kebohongan besar, sedangkan Islam melarang keras umatnya berdusta!
Seharusnya fatwa ini juga berlaku atas para shahabat Nabi, para Tabi’in dan Atba’ut Tabi'in mengingat keagungan dan tingginya kedudukan mereka dalam agama ini.
0 Komentar