Seorang facebooker Kristen mempersoalkan Surah Al-Fatihah: 6-7 berikut:
ihdinaa alshshiraatha almustaqiima
Tunjukilah kami jalan yang lurus,

shiraatha alladziina an'amta 'alayhim ghayri almaghdhuubi 'alayhim walaa aldhdhaalliina
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Ayat tsb sangat jelas adalah wahyu dari Allah swt kepada Muhammad.
Masalah yang sangat menarik adalah: Kepada siapa Allah swt bermohon untuk ditunjuki jalan yang lurus, Gan? Adakah Allah-Allah lain atau Tuhan-Tuhan lain di dalam Islam?
JAWAB
Mengenai surah Al-Fatihah:
Surah Al-Fatihah (Arab: الفاتح, al-Fātihah, "Pembukaan") adalah surah pertama dalam al-Qur'an. Surah ini diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat. Al-Fatihah merupakan surah yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap di antara surah-surah yang ada dalam Al-Qur'an. Surah ini disebut Al-Fatihah (Pembukaan), karena dengan surah inilah dibuka dan dimulainya Al-Quran. Dinamakan Ummul Qur'an (induk Al-Quran أمّ القرءان) atau Ummul Kitab (induk Al-Kitab أمّ الكتاب) karena dia merupakan induk dari semua isi Al-Quran. Dinamakan pula As Sab'ul matsaany (tujuh yang berulang-ulang السبع المثاني) karena jumlah ayatnya yang tujuh dan dilafadzkan berulang-ulang dalam setiap shalat umat Islam.
Surah Al-Fatihah adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia agar berdoa dengan mengucapkan kalimat-kalimat seperti tersebut di dalamnya. 

Dengan demikian, adalah sangat keliru memahami ayat 6 dan 7 Surah al-Aftahih sebagai indikasi Allah berdoa kepada Allah, atau kepada Tuhan-Tuhan lain!
Perhatikan penjelasan berikut:

Allah سبحانه وتعالى berfirman,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّين
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)
Ayat ini merupaka doa yang Allah ajarkan kepada umat manusia. Bahkan para ulama meyakini bahwa sebaik-baik doa yang perenah diajarkan oleh Allah kepada hamba-Nya adalah doa ini. Untuk itu tidak kurang dari 17 kali dalam sehari-semalam umat Islam melafadzkannya dalam setiap shalat. Andaikata masih ada doa yang lebih baik dari doa ini, niscaya Allah akan menempatkannya pula pada surah ini.

Namun ironisnya, musuh-musuh Islam dari kalangan Kristen justru menggunakan ayat yang mulia ini dalam upaya mereka memurtadkan kaum muslim. Mereka melempar syubhat ke tengah-tengah orang-orang awam di antara kaum muslimin dengan fitnah, “Sesungguhnya kalian ini berada dalam kesesatan. Buktinya kalian senantiasa berdoa kepada Allah untuk diberi petunjuk.”

Itulah perkataan yang keluar dari mulut-mulut mereka, sebagaimana firman  Allah;
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Dan tidak akan pernah ridha orang-orang Yahudi dan Nasrani kepadamu sampai engkau mengikuti agama mereka.” (QS. Al-Baqarah: 120).
Dan ucapan mereka dalam konteks ini, yaitu bahwa orang-orang Islam berada dalam kesesatan sementara mereka adalah orang-orang yang berada di atas petunjuk, telah mereka lontarkan sejak dahulu - dimulai kepada sahabat-sahabat Rasulullah SAW - kemudian kepada para pengikut beliau, dan berlanjut kepada umat Islam hari ini, hingga datangnya hari Kiamat nanti. 

Allah berfirman,
وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا
“Dan mereka berkata, ‘Jadilah kamu (penganut) Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk’.” (QS. Al-Baqarah: 135).
Dalam surah lain Allah menyebutkan,
وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, ‘Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani’.”
Tapi segera membantah ucapan mereka pada kelanjutan ayat ini dengan berfirman,
تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Itulah angan-angan kosong mereka, Katakanlah, ‘Tunjukkan bukti-bukti kebenaranmu jika kamu orang-orang yang benar’.” (QS. Al-Baqarah: 111).
Untuk diketahui, Allah memastikan bahwa setiap orang yang memilih menjadi pemeluk Islam telah berada di atas hidayah atau petunjuk yang benar sebagaimana firman-Nya;
وَقُلْ لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالأُّمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا
“Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab dan kepada orang-orang yang ummi, ‘Sudahkah kamu masuk Islam?’ Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 20).
Allah menegaskan bahwa agama yang haq (benar) di sisi-Nya adalah Islam. 
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.” (QS. Ali Imaran: 19).
Dalam surah lain Allah berfirman,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak diterima (agama itu) dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Setelah jelas bahwa Surah Al-Fatihah bukan ucapan, atau karangan manusia melainkan firman Allah agar diamalkan oleh seluruh umat manusia, maka pertanyaan selanjutnya adalah; hidayah apa sebenarnya yang kita mohonkan kepada Allah dengan melafadzkan ayat ini;
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah: 6)
Dijelaskan oleh para ulama bahwa hidayah yang dimohonkan melalui ayat yang mulia ini meliputi tiga hal, yaitu:

1. ILMU, agar Allah berkenan membuka hati kita untuk memahmi dngan baik agama yang diridahi-Nya ini.

Ibnu Katsir menjelaskan, “kiranya Dia menunjuki hamba dan saudara- saudaranya yang beriman pada jalan yang lurus berupa dinul Islam yang shahih tanpa tambahan dan kekurangan, agama yang bersih dari bid’ah dan khurafat. Jalan ini merupakan jalan terdekat untuk mencapai perkara yang dicintai dan diridhai Allah selaras dengan apa yang telah diperintahkan-Nya dan disampaikan oleh Rasul-Nya.” [Tafsir Ibnu Katsir]

Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ يُرِدِ الله بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah untuknya kebaikan, Allah menjadikannya faham tentang agama.” [HR. Bukhari dan Muslim).

Syaikh Abdul Muhsin bin Al-Abad Al-Badr menjelaskan: “Dengan kefahamannya tentang agama ia akan beribadah kepada Allah dengan hujjah yang nyata dan mendakwahi orang lain dengan hujjah yang nyata pula.” [Rifqan Ahlus Sunnah bi Ahlus Sunnah].

2. AMAL, agar Allah berkenan memberi kekuatan kepada kita untuk mengamalkan agama-Nya di atas tuntunan ilmu yang haq.

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Beri kami hidayah dan taufiq ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang jelas yang menghubungkan kepada Allah dan kepada surgaNya, yaitu pengetahuan tentang al-haq dan mengamalkannya.” [Tafsir Al-Karimir Rahman]

Mu’adz bin Jabal ra menjelaskan: “Dengan ilmu dapat terjalin silaturrahim dan diketahui halal dan haram. Ilmu adalah imamnya sedangkan amal pengikutnya, diberikan kepada orang-orang yang berbahagia dan tercegah dari orang-orang yang merugi.” [Muqaddimah Fil ‘Ulum Asy-Syar’iyyah, hal. 28]

3. ISTIQAMAH, agar Allah berkenan menetapkan hati kita di atas ilmu dan amal yang haq.

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam lanjutan penjelasannya mengatakan: “Maka tunjukilah kami jalan yang lurus , yaitu selalu memegang teguh Islam dan meninggalkan semua agama selainnya, yaitu tentang Islam secara terperinci, baik dalam mengilmui dan mengamalkannya.” [Tafsir Al-Karimir Rahman]

Al Imam Ibnu Jarir berkata: "Makna Shirathal Mustaqim adalah, Ya Allah, berikan taufiq kepada kami agar kami tetap berada di atas hal yang Engkau ridhai." [Jami’ul Bayan]

Allah berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.” (QS. Al-Hijr: 99).

Mengapa manusia didorong untuk memohon ditunjuki jalan yang lurus sebagaimana telah ditunjukkan kepada orag-orang shaleh terdahulu?
  
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
“Jalan orang-orang yang Engkau telah anugerahkan nikmat kepada mereka.”

Siapakah orang-orang yang telah dianugerahi nikmat oleh Allah? Allah menjelaskan dalam firman-Nya;

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah dari golongan para Nabi, Shiddiqun, Syuhada dan Shalihin. Mereka itulah yang sebaik-baiknya teman.” (QS. An-Nisa: 69).

Perilaku mereka sepenuhnya didasari oleh ilmu yang haq, kemudian mengiringi ilmu mereka dengan amal shaleh, sedangkan selanjutnya mereka berserah diri kepada segala kehendak Allah dengan bersikap istiqamah.

Allah juga mengajarkan agar jalan lurus yang kita mohonkan bukan jalan yang menyesatkan, sehingga akan menjadi penyesalan tiada akhir di akhirat kelak. 

غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

Telah menjadi jelas dari hadits Rasulullah SAW yang menerangkan siapa saja orang-orang yang dimurkai Allah dan siapa pula yang sesat. Beliau bersabda, 

“Sesungguhnya orang-orang Yahudi adalah yang dimurkai. Sedangkan orang-orang Nasrani adalah kaum yang tersesat.” [HR At-Tirmidzi - Hadits Hasan Gharib).

Allah berfirman tentang orang-orang Yahudi,

قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ
“Katakanlah, ‘Apakah akan aku beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah?’ Yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, diantara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi.” (QS. Al-Maidah: 60).

Adapun tentang orang-orang Nasrani, Allah berfirman,

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
“Katakanlah, ‘Wahai ahli kitab! Janganlaah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia) dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Maidah: 77).

PERTANYAAN: 
Mengapa orang-orang Yahudi dimurkai dan orang-orang Nasrani dinyatakan tersesat?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan: “Pangkal kekufuran Yahudi adalah karena mereka tak mengamalkan ilmunya. Padahal mereka mengetahui kebenaran, namun tidak mau mengikutinya dalam bentuk ucapan atau perbuatan, atau bahkan tidak mau mengikuti keduanya…” [Kitab Iqtidha Shirath al Mustaqim]

Orang-orang Yahudi telah mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang Rasul yang haq. Allah  berfirman,

الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.” (QS. Al-Baqarah: 146).

Ibnu Ishaq menuturkan, “Aku meriwayatkan dari Shafiyyah binti Huyai bin Akhthab, dia berkata, “Aku adalah anak yang paling disayangi ayahku dan juga pamanku, Abu Yasir. Setiap kali aku bertemu, tentu mereka berdua akan menggendongku dan melepaskan anak lain yang sedang digendongnya. Tatkala Rasulullah Shalallahi alaihi wa sallam tiba di Madinah, singgah di Quba’ di Bani Amr bin Auf, maka ayahku, Huyai bin Akhthab dan pamanku, Abu Yasir bin Akhthab pergi ke sana pada malam hari. Keduanya tidak kembali kecuali setelah matahari terbenam pada keesokan harinya. Mereka berdua terlihat malas, loyo, tanpa semangat dan jalannya pelan-pelan. Aku segera menghampiri mereka berdua seperti biasanya, namun demi Allah, tak seorangpun diantara mereka berdua yang mau menoleh ke arahku. Mereka terlihat murung. Kudengar pamanku bertanya kepada ayahku, “ Diakah orangnya?” “Demi Allah, memang dia.” jawab ayahku. Apakah engkau yakin?” “Ya” jawab ayahku. “Apa yang kau pikirkan tentang dirinya?” “Demi Allah, aku akan memusuhinya selagi aku masih hidup,” jawab ayahku.” [Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/518-519].

Mengapa mereka memusuhi Rasulullah SAW padahal sesungguhnya mereka yakin bahwa beliau adalah seorang Rasul yang mereka tunggu-tunggu? Karena Rasulullah bukan datang dari kalangan mereka, Bani Israil, tetapi datang dari kalangan bangsa Arab. Demikian pula halnya dengan Al-Quran. Mereka mengetahui tentang kebenaran Al-Qur’an sebagaimana firman Allah; 

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ (89) بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka sedang sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar. Sangatlah buruk (perbuatan) mereka menjual dirinya, dengan mengingkari apa yang diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karuniaNya kepada siapa yang Dia kehendaki diantara hamba-hambaNya (Muhammad). Karena itulah mereka menanggung kemurkaan demi kemurkaan. Dan kepada orang-orang kafir (ditimpakan) adzab yang menghinakan.” (QS. Al-Baqarah: 89-90).

Selanjutnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan: “…Sedangkan kekufuran Nasrani berawal dari perbuatan mereka yang tanpa ilmu. Mereka berijtihad (berpendapat) sendiri dalam banyak ragam ibadah, tanpa ada ajaran dari Allah. Mereka berpendapat atas nama Allah tanpa ilmu.”

Semua ajaran Nasrani adalah bid’ah. Tanpa dalil dari awal hingga akhirnya. Mulai dari bentuk ibadah mereka kepada Allah dengan menyanyi-nyanyi sampai kepada perayaan-perayaan Natal, Paskah dan lain sebagainya. Allah tidak pernah mensyari’atkannya kepada mereka. Dan bid’ah mereka yang terbesar adalah menjadikan Nabi Isa dan ibunya dua sesembahan selain Allah.

Allah berfirman,

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, ‘Wahai Isa Putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua ilah (sesembahan) selain Allah?’ (Isa) menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada padaMu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang engkau perintahkan kepadaku (yaitu) : Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka’.” (QS. Al-Maidah: 116-117).

Bahkan diketahui bahwa tidaklah Nabi Isa AS "dilantik menjadi Tuhan" kecuali setelah berlalunya masa beliau selama 325 tahun!

Selanjutnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan: “Oleh sebab itu para ulama salaf semisal Sufyan bin Uyainah dan yang lainnya menyatakan, ‘Para ulama kita yang menyeleweng, memiliki kemiripan dengan orang-orang Yahudi, sedangkan ahli ibadah kita yang menyimpang memiliki kemiripan dengan orang-orang Nasrani’.”

Yang dimaksud sebagai ‘para ulama kita yang menyeleweng’ dalam penjelasan ini adalah para ulama yang dikaruniai ilmu yang haq tetapi tidak mengamalkannya. Mereka termasuk yang dimurkai oleh Allah seperti halnya orang-orang Yahudi.

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Betapa besar kemurkaan di sisi Allah jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3).

Sedangkan ‘ahli ibadah kita yang menyimpang’ adalah mereka yang banyak melakukan ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu bentuk ibadah yang tidak pernah disyari'atkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada mereka. Mereka termasuk orang-orang yang tersesat sebagaimana tersesatnya orang-orang Nasrani.

Allah berfirman,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah, ‘Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling merugi perbuatannya?’ (Yaitu) Orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104).

Demikianlah penjelasan singkat perihal surah Al-Fatihah ayat 6 dan 7, sekaligus menjawab sesat pikir yang mereka lontarkan kepada umat Islam.

Semoga bermanfaat!