Dari judul asli: Menjawab Tuduhan Muslim Menyembah Kabah atau menyembah Hajar Aswad
Bismillahirrohmanirrohim,
Sebenarnya tuduhan Muslim menyembah Ka’bah dan Hajar Aswad adalah fitnah kelewat basi yang sudah terlalu sering dibahas di mana-mana, cuma ya, dasar Kristen, sudah bebal dari sononya dan memang tidak kreatif, itu-itu saja yang diributin! Makanya untuk kali ini Hajar Aswad akan kita bahas secara mendetail. Semoga setelah membaca ini, mereka agak lebih pinteran dikit.
Berikut adalah pembuktian bahwa Hajar Aswad bukan Allah, dan tentu saja tidak ada seorang Muslim pun yang menyembah Hajar Aswad!
I. Ka’bah adalah Kiblat (penentu arah) shalat, bukan objek yang disembah
“Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS.Al-Baqarah: 144)
Ka’bah merupakan bangunan pertama yang didirikan di atas bumi dan menjadi tempat ibadah manusia pertama. Allah SWT telah menetapkan shalat seorang Muslim harus menghadap, atau berkiblat ke arah Ka’bah. Perintah ini merupakan bagian terpenting dari tata-laksana shalat. Akan tetapi;
1.Jika berada di suatu tempat di mana arah kiblat tidak dapat ditentukan, atau berada di dalam kendaraan yang sedang bergerak; baik di darat, di laut, maupun di udara, maka umat Islam bebas untuk melaksanakan shalat menghadap ke arah mana saja yang dia suka.
Allah berfirman:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 115).
Jadi intinya, shalat Muslim menghadap Ka'bah bukan berarti menyembah batu, melainkan sebagai bentuk ketundukannya kepada perintah Allah.
Analoginya begini: di penghujung bulan Ramadhan, atau pada hari Raya Idul Fitri, lazimnya seperti putra-putri keluarga Muslim lainnya, anda secara sadar "sungkem" mencium kaki kedua orang tua anda sambil memohon ampun atas segala kesalahan yang pernah dibuat sekaligus mohon doa restu dalam menjalani kehidupan anda. Apakah itu artinya anda menyembah kedua orang tua anda? Orang-orang dengan pikiran jernih tentu akan mengatakan "tidak!" Anda melakukan semua itu sebagai wujud kecintaan, ketaatan dan hormat kepada orang tua, sebagai wujud bhakti seorang anak kepada orang tuanya.
Nah, pada hakekatnya seperti itulah alasannya kenapa umat Islam melaksanakan shalat menghadap Ka'bah dan ketika thawaf menyempatkan diri untuk mencium, atau sekedar menyentuh Hajar Aswad, sebagai wujud ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak satu Muslim pun yang sampai sedemikian bodoh menganggap Ka'bah atau Hajar Aswad sebagai manifestasi dari perwujudan Allah, seperti asumsi asbun para "ngeyeler" Kristen selama ini!
II. Ada atau tidaknya Hajar Aswad di Ka'bah tidak berpengaruh pada ibadah umat Islam
2. Tahun 930 sampai 951 - atau selama 21 tahun - Hajar Aswad pernah hilang dari Ka'bah karena dicuri dan disembunyikan oleh kaum Syi’ah golongan Ismailiyah Qarmathi.
Apakah dengan hilangnya batu itu lantas umat Islam sedunia jadi kalang kabut lalu menghentikan seluruh kewajiban shalat mereka semata-mata karena hajar aswad tidak berada di Ka'bah? Nyatanya sama sekali tidak! Meski Hajar Aswad hilang, tidak berada di tempat semestinya, namun selama 21 tahun itu umat Islam tetap shalat menghadap Ka'bah tanpa sedikitpun terpengaruh oleh ketiadaan Hajar Aswad.
Jika memang benar shalat umat Islam dimaksudkan untuk menyembah Hajar Aswad atau Ka'bah, maka selama 21 tahun itu sudah pasti mereka tidak merasa perlu repot-repot melaksanakan shalat. Tapi buktinya, terlepas ada atau tidak adanya Hajar Aswad di Ka'bah, umat Islam tetap melaksanakan shalat menghadap Ka'bah dan melaksanakan ibadah Haji dan Umroh di seputar Ka'bah seperti biasanya.
Kenapa? Karena esensi ibadah umat Islam sama sekali tidak tergantung pada benda-benda, mediasi - apalagi batu - melainkan pada ketaatan melaksanakan segala perintah Allah.
III. Umat Islam tidak menyembah Ka'bah atau Hajar Aswad, tapi menyembah Allah SWT
3. Ketika ditemukan kembali, Hajar Aswad sudah dalam keadaan pecah berkeping-keping sehingga bentuknya tidak utuh lagi. Setelah dirtestorasi, batu tsb kemudian dikembalikan ke tempatnya semula, tapi kepingan-kepingan batu aslinya sudah bercampur dengan kepingan-kepingan imitasi.
Apakah umat Islam di seluruh dunia menjadi heboh karena itu? Tidak! Sebab Tuhan yang disembah oleh umat Islam bukanlah batu tetapi Allah SWT. Batu boleh rusak bahkan hilang, tetapi Allah tetap ada dan kekal sampai selama-lamanya. Inilah bukti bahwa Allah bukan batu, dan batu tidak sama dengan Allah. Lagipula jika muslim menganggap Hajar Aswad adalah Allah, pasti akan banyak duplikat atau tiruan batu tsb di setiap Masjid, seperti tempat ibadah umat Hindu, Budha dan Kristen yang memajang patung Tuhan mereka untuk disembah dan dipuja, sebagai mediasi untuk memanjatkan doa-doa di rumah ibadah masing-masing. Tapi nyatanya tidak ada satupun Masjid atau rumah keluarga Muslim di seluruh dunia ini yang memiliki, apalagi memajang duplikat, tiruan, patung, atau lukisan Hajar Aswad untuk disembah.
IV. Hajar Aswad hanya sebuah batu
4. Ketika tawaf dengan menunggang seekor unta, Rasulullah SAW pernah tidak mencium hajar Aswad, melainkan menyentuhnya dengan ujung tongkat beliau. [HR. Bukhari juz 2 nomor 677].
Jika semasa hidupnya Nabi Muhammad SAW memang menyembah Hajar Aswad, mana mungkin beliau berani demikian kurang ajar menyentuh Tuhannya dengan ujung sebuah tongkat sambil duduk di atas unta? Teladan Nabi ini membuktikan bahwa sudah pasti beliau tidak pernah berpikir, apalagi sampai menyembah Hajar Aswad!
Jika Hajar Aswad adalah Allah, mustahil Rasulullah SAW akan memperlakukannya sedemikian rupa lalu dicatatkan pula dalam hadits shahih sebagai sunnah agar dipahami oleh seluruh umatnya bahwa sekalipun melekat di salahsatu sisi bangunan Ka'bah, tapi Hajar Aswad bukan sesuatu yang harus diperlakukan secara berlebihan!
Sunnah nabi adalah tauladan umat Islam. Artinya, apa yang disunnahkan, maka itulah yang menjadi contoh untuk dilaksanakan. Ketundukan pada sunnah nabi khususnya terkait Hajar Aswad ini dicontohkan oleh Khalifah Umar Ibnu Al Khattab (ra) ketika melaksanakan ibadah haji. Dalam hadits shahih dikisahkan beliau datang mendekati Hajar Aswad (batu hitam) lalu menciumnya dan berkata:
“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau ini batu yang tidak memberikan mudharat dan tidak pula mendatangkan manfaat. Jika aku tidak melihat Rasulullah menciummu, maka aku tidak akan menciummu pula” [HR.Bukhari dari Abis bin Rabi’ah RA].
Jadi, pemahaman umat Islam tentang Hajar Aswad persis sama seperti yang sudah dicontohkan oleh sahabat sekaligus pengganti kepemimpinan Nabi Muhammad SAW pada masa kekhalifahan Islam sejak lebih dari 14 abad lalu!
V. Nama lain Ka'bah adalah Baitullah atau rumah Allah. Tidak sama artinya dengan Allah
4. Diawali oleh Bilal bin Rabah, Muazin pertama dalam sejarah Islam, pada masa Rasulullah SAW dulu setidaknya 5 kali dalam sehari para shahabat selalu naik dan berdiri di atas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan (panggilan shalat).
Rasulullah SAW tidak pernah menegur apalagi melarangnya. Jika Ka’bah adalah Tuhan yang disembah oleh umat Islam, mana mungkin para shahabat ketika itu berani menginjak-injak Tuhannya?
Sampai sekarang pun, para petugas pemelihara Ka'bah juga naik, berdiri dan menginjak-injak atap Ka’bah tiap kali mereka mengganti Kisywah (kain kelambu penutup Ka’bah). Bagaimana mungkin ada manusia yang berani menginjak-injak Tuhan yang disembahnya sendiri jika memang benar Hajar Aswad dan, atau Ka'bah adalah Allah?
Nama lain dari Ka'bah yang terletak di Mekkah adalah Baitullah, atau "rumah Allah". Fungsi bangunan ini hampir serupa (tapi tidak sama) dengan Bait Allah atau Bait Suci umat Yahudi yang terletak di Yerusalem. Para nabi, Yesus Kristus, dan orang-orang saleh jaman dulu juga menjadikan Bait Allah di Yerusalem sebagai kiblat atau arah mengahadap tiap kali mereka sujud menyembah Allah yang mereka yakini tidak "bersemayam" di dalam Bait Allah, apalagi berwujud sebagai bangunan Bait Allah itu sendiri!
Arti Baitullah dan Bait Allah adalah "Rumah Allah". Rumah bukan Allah, dan tentu saja Allah bukan rumah! Jadi, berdasarkan fakta tentang dua bangunan yang dikenal oleh umat Islam sebagai Baitullah dan oleh umat Yahudi sebagai Bait Allah ini, adakah jemaat rumah-rumah ibadah yang dikenal oleh umat Kristen sebegai Gereja pernah berpikir, apalagi sampai demikian bodoh menuding Yesus Kristus dan umat Yahudi sama-sama menyembah bangunan Bait Allah di Yerusalem?
Coba renungkan baik-baik pertanyaan sederhana di atas dengan segenap akal budi kalian, lalu perhatikanlah yang berikut ini.
Firman Allah,
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan; serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4).
" .. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat" (QS. Asy-Syura: 11)
Jadi sangat jelas Allah tidak serupa dengan apa pun yang dapat dibayangkan oleh seluruh kemampuan akal dan panca indera manusia. Dia tidak sama dengan makhluk ciptaan-Nya, apalagi dengan benda-benda ciptaan makhluk-Nya sendiri!
LALU, APA KATA ALKITAB TENTANG BATU?
KEJADIAN 28:
[18] Keesokan harinya pagi-pagi Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya.
[22] "Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu."
Yakob, Bapak Israel, menancapkan sebuah batu sebagai tugu peringatan yang kemudian dijadikannya sebagai Rumah Allah
YOSUA 24:
[26] Yosua menuliskan semuanya itu dalam kitab hukum Allah, lalu ia mengambil batu yang besar dan mendirikannya di sana, di bawah pohon besar, di tempat kudus TUHAN.
[27] Kata Yosua kepada seluruh bangsa itu: “Sesungguhnya batu inilah akan menjadi saksi terhadap kita, sebab telah didengarnya segala firman TUHAN yang diucapkan-Nya kepada kita. Sebab itu batu ini akan menjadi saksi terhadap kamu, supaya kamu jangan menyangkal Allahmu.”
Yosua yang dianggap sebagai seorang Nabi mengagungkan sebuah batu karena batu itu telah mendengar firman Allah dan akan menjadi saksi di hadapan kaumnya.
MAZMUR 18-3
Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku!
Daud, menganggap gunung batu sebagai Tuhan, yang melindungi, menjadi perisai dan benteng yang menyelamatkan!
1SAMUEL 2:2
Tidak ada yang kudus seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita.
2SAMUEL 22:32
[32] Sebab siapakah Allah selain dari TUHAN, dan siapakah gunung batu selain dari Allah kita?
[47] TUHAN hidup! Terpujilah gunung batuku, dan ditinggikanlah kiranya Allah gunung batu keselamatanku,
Sama seperti Daud, Samuel juga menyakini bahwa Allah adalah gunung batu bahkan dengan penekanan bahwa tidak ada Tuhan selain gunung batu!
LUKAS 19: 20
"Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak.
Yesus menegaskan bahwa jika orang-orang diam, tidak mau berbicara, maka batu-batu akan berteriak!
Orang-orang Yahudi sampai sekarang masih mengkuduskan tembok Al-Mabka (Al-Buraq), di mana mereka meratap, mencium, dan mengirimkan pesan-pesan tertulis kepada Tuhan melalui celah-celah batu pada tembok tsb sambil membaca Taurat di depannya.
Orang-orang Kristen mencium gambar-gambar dan patung-patung batu yang mereka anggap sebagai perwujudan Al-Masih (Nabi Isa as) dan Al-Adzra’ ((Maryam), padahal visualisasi keduanya sangat berbeda menurut imajinasi bangsa-bangsa yang sama-sama menuhankan Yesus dan mengkuduskan bunda Maria. Bahkan di antara mereka ada yang sujud kepada patung-patung dan gambar-gambar tsb agar mendapat berkah. Alasannya, memuliakannya patung atau gambar-gambar tsb merupakan wujud memuliakan Allah. Mereka juga mengagungkan salib, meletakkannya dikening mereka, menciumnya dan menganggap sebagai replika salib Al-Masih, padahal menurut logika sehat, seharusnya mereka sangatlah membenci salib!
Orang Kristen juga mengharapkan berkah lewat mediasi anggur dan roti yang mereka buat sendiri dari tepung, minyak, dan air; khusus untuk sebuah ritual di mana kemudian mereka memakan potonga roti tsb dan minum sedikit anggur bersamanya. Mereka percaya bahwa minum anggur sambil memakan roti tsb seakan-akan memakan daging Al-Masih dan meminum darahnya! Dengan demikian maka diyakini berkahpun akan mengalir pada dirinya. Menurut alkitab, ini adalah perintah Isa Almasih yang mereka tuhankan.
YOHANES 6
[53] Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
[54] Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.
[55] Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.
[56] Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.
KRISTEN MENGABAIKAN LARANGAN MEMBUAT DAN MENYEMBAH PATUNG
Di dalam Alkitab cukup banyak larangan Allah agar manusia jangan membuat benda-benda mati menyerupai gambar atau patung lalu sujud menyembahnya. Namun yang kita dapati, hampir di setiap rumah orang Kristen selalu dipajang patung Yesus dan patung Ibunya, Maria, atau sekurang-kurangnya gambar wajah Yesus dan Maria, atau replika tiang salib. Dan umumnyanya mereka sangat menghormati visualisasi sosok-sosok ini meskipun sebenarnya cuma hasil pahatan dan lukisan tangan-tangan manusia belaka. Padahal sudah sangat jelas menurut kitab mereka sendiri, Allah melarang keras membuat dan menyembah patung!
Kenapa?
Karena segala bentuk penyembahan terhadap objek-objek bauatan tangan manusia adalah perbuatan kaum pagan penyembah berhala!
KELUARAN 20: 4-5
Janganlah membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit diatas atau yang ada dibumi dibawah, atau yang ada didalam air di bawah bumi. jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya.
ULANGAN 4:23
Hati-hatilah, supaya jangan kamu melupakan perjanjian Tuhan, Allahmu, yang telah diikat-Nya dengan kamu dan membuat bagimu patung yg menyerupai apapun yg oleh Than, Allahmu dilarang kauperbuat.
IMAMAT 26:1
Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu, juga baru berukir janganlah kamu tempatkan di negrimu untuk dujud menyembah kepadanya, sebab Akulah Tuhan Allahmu.
Perintah Allah yang begitu jelas, tegas, dan keras, sama sekali tidak digubris oleh umat Kristen! Sebaliknya, malah dengan penuh khidmat mereka memajang patung dan gambar Yesus serta Bunda Maria sebagai manifestasi bentuk kecintaan mereka kepada sosok-sosok orang suci tsb. Sedangkan di sisi lain, dapat dipastikan bahwa di seluruh permukaan bumi ini tidak ada satu pun rumah ibadah umat Islam, atau rumah-rumah keluarga Muslim yang memajang lukisan dan patung Nabi Muhammad SAW, atau replika Hajar Aswad dalam konteks penyembahan terhadap Allah, satu-satunya Tuhan semesta alam yang benar!
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: Ya, Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah Aku beserta anak cucuku dari pada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ibrahim: 35-36, 74 | QS. Asy-Syu'ara: 71-77 | QS. Al-Anbiya: 57-67)
Pertanyaannya sekarang, siapa sebenarnya yang menyembah batu?
Semoga tercerahkan!
Wallahu’alam bisyawwab
[sumber : Page Facebook Islam menjawab Hujatan]
0 Komentar