Bismillahirrohmanirrohim.
Para antek FFI mencomot QS. Al-Kahfi: 86 secara sepenggal tanpa memperhatikan ayat sebelumnya, lalu mempersoalkan penggalan ayat tsb karena di dalamnya terdapat kalimat: تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ yang artinya “matahari tenggelam di dalam laut yang berlumpur hitam”. Lantas mereka pun menuding: Qur’an menyalahi sains karena mengajarkan matahari tenggelam ke dalam laut yang berlumpur hitam, sedangkan pada kenyataannya, mustahil matahari yang ukurannya jutaan kali lebih besar dari ukuran bumi bisa tenggelam ke dalam laut yang berada di bumi!
Sesungguhnya tidak ada seorang pun Mufassir (ahli tafsir) Muslim yang akan menafsirkan ayat ini sebagaimana yang mereka fahami secara sangat sempit. Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya mengomentari penafsiran "sesat pikir" itu demikian:
وأكثر ذلك من خرافات أهل الكتاب، واختلاق زنادقتهم وكذبهم
“Dan kebanyakan yang demikian itu berasal dari khurofatnya Ahli Kitab, dan karangannya kaum zindiq dan pendusta dari kalangan mereka.”
Makna kalimat “matahari tenggelam di dalam lautan” adalah makna kiasan, sebagaimana kalimat yang serupa sering dilontarkan oleh para ahli sastra, seperti: “matahari pun hilang di telan bumi “, maknanya adalah kiasan, yaitu matahari menghilang seolah-olah ditelan bumi. Dan tidak ada se-orang ahli sastra pun yang menyalahkan kalimat ini, begitu pula dengan para ahli ilmu falaq, karena setiap pembicaraan dihukumi dengan tempatnya, sebagaimana tersebut dalam kaidah فِيْ كُلِّ مَقَامٍ مَقَالٌ yaitu “setiap perkataan ada tempatnya”. Yakni, bila suatu perkataan dilontarkan tidak pada tempatnya maka dapat dihukumi dengan salah, walau pun pada hakekatnya adalah benar. Seperti ketika dalam pelajaran sejarah ditanyatakan: “Kenapa Diponegoro bisa tertangkap?”, lalu ada murid yang menjawab: “Karena taqdir.” Jawaban murid tersebut pada hakekatnya adalah benar, namun tidak pada tempatnya sehingga gurunya menyalahkannya. Bukankah demikian?
Begitu pula ketika berbicara tentang ketinggian gaya bahasa, maka tidak disalahkan mengatakan: “matahari tenggelam ditelan lautan.” Dalam ilmu Balaghah jenis kalimat ini disebut Majaz ‘Aqli yaitu kiasan yang dapat diterima oleh akal. Contoh lain dari Majaz ‘Aqli ini seperti pada kalimat: “Hujan telah menumbuhkan tanam-tanaman”, padahal hakekatnya bukan demikian, karena Allah saja Yang bisa menumbuhkan tanam-tanaman melalui sari makanan yang dibawa oleh air hujan. Namun kesan yang segera terbesit dalam fikiran yaitu karena hujan maka tumbuh tanam-tanaman. Begitu pula bagi siapa pun yang berdiri di tepi pantai dari sebuah lautan yang luas saat matahari terbenam, maka ia melihat seolah-olah matahari tenggelam ditelan lautan. Tetapi hakekat nya tidaklah demikian. Inilah pemahaman yang disampaikan oleh seluruh ahli tafsir Muslim tanpa ada perselisihan di dalamnya.
Ada pun kalimat فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ “di dalam laut yang berlumpur hitam” menegaskan kepada kita adanya beberapa faidah sains, yaitu :
- Warna laut ditentukan oleh material di dasarnya. Bila dasar laut berlumpur hitam, maka laut pun tampak berwarna hitam, seperti halnya Laut Hitam yang terletak di sebelah utara Turki.
- Dasar lautan yang luas dan dalam terlihat berwarna gelap, karena tidak ada cahaya yang menembus ke dasarnya, sehingga nampak seolah-olah berwarna hitam.
- Semakin gelap warna lautan menandakan semakin dalam dasarnya.
Dengan demikian kalimat “Matahari tenggelam di dalam laut yang berlumpur hitam“ menunjukkan keberadaan Dzulqarnain di tepi laut dalam, atau di tepi lautan luas yang dalam pandangannya terlihat seolah-olah matahari tenggelam ditelan laut. Lalu di mana letak "nyentriknya" ayat ini seperti yang mereka tuduhkan?
Perhatikan konteks ayat ini baik-baik!
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu maka diapun menempuh suatu jalan, Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.” (QS. Al-Kahf: 83-86)
Protes yang mereka usung ialah bagaimana mungkin Matahari bisa terbenam ke dalam laut yang ada di Bumi, padahal ukuran Matahari jutaan kali lebih besar dari Bumi? Mereka mengonggong dengan membawa protes ini di setiap diskusi mengenai sains dalam Al-Quran.
Cermatilah kalimat dalam cetak tebal pada ayat dimaksud. Di sana tertulis, “dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam.” Dari kalimat ini saja sebenarnya tudingan mereka sudah terjawab tuntas, karena siapapun yang masih dapat menggunakan nalarnya dengan baik, pasti dapat dengan mudah memahami artinya!Ayat tersebut sama sekali tidak merepresentasikan ajaran melawan sains bahwa Matahari tenggelam ke dalam laut (di Bumi), tapi secara khusus menjelaskan apa, atau seperti apa, proses terbenamnya matahari dalam penglihatan Dzulkarnain!
Tapi demi memuaskan nafsu mereka - sekaligus sebagai bonus - berikut saya sertakan sedikit komentar dari para Ahli Tafsir seputar isu "sesat pikir" ini.
Imam Al-Baidawi
Ia (Dzulkarnaen) mungkin saja sampai di tepi pantai dan melihat matahari disitu karena sejauh mata memandang hanyalah air laut oleh karenanya Allah SWT mengatakan “dia melihat matahari terbenam di dalam laut” tapi tidak mengatakan bahwa “matahari terbenam.” (namun dia melihat matahari terbenam) [Al-Baidawi, Anwar-ut-Tanzil wa Asrar-ut-Taw’il, Volume 3, halaman 394. Diterbitkan oleh Dar-ul-Ashraf, Kairo, Mesir]
Imam Al-Qurtubi
Al-Qaffal mengatakan: Maksudnya bukanlah dengan mencapai tempat dan terbit matahari sehingga ia dapat mencapai matahari dan menyentuhnya, karena matahari jauh diangkasa sana, disekitar bumi tanpa menyentuhnya dan terlalu besar untuk terbenam kedalam laut manapun yang berada dibumi. Ia jauh lebih besar dari bumi. Namun hal tersebut dimaksudkan bahwa ia telah mencapai ujung daerah yang masih berpenduduk di timur dan barat, kemudian Dzulkarnaen melihat kejadian itu – menurut pengelihatannya – terbenam kedalam laut yang berlumpur hitam seperti halnya kita mengamati matahari ditanah rata seolah-olah matahari itu masuk kedalam tanah. Oleh karenanya Allah berfirman:
“Hingga apabila dia (Dzulkarnaen) telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari”. [Al-Qurtubi, Al-Game’ le Ahkam-el-Qur’an, Volume 16, halaman 47. Published by Dar-ul-Hadith, Kairo, Egypt. ISBN 977-5227-44-5]
Imam Fakhr-ud-Deen Ar-Razi
Di kala Dzulkarnaen mencapai barat jauh dan tidak ada lagi dari berpenguhi, dia mlihat mahari seolah-olah terbenam kedalam laut berlumpur, namun bukan sebenarnya begitu. Hal yang sama seperti seorang pekalan melihat matahari seolah terbenam kedalam laut jika ia tidak dapat melihat bagian pantai, yang padahal matahari tersebut terbenam bukan kedalam laut.[Ar-Razi, At-Tafsir-ul-Kabir, Volume 21, halaman 166]
Imam Ibn Kathir
“Hingga apabila dia (Dzulkarnain) telah sampai ke tempat terbit matahari” berarti ia mengikuti arah yang benar hingga ia mencapai daerah terjauh, ia mungkin memulai perjalanan dari barat. Karena mencapai terbitnya matahari di langit adalah mustahil. Apa yang di katakana para periwayat dan pencerita mengenai ia berjalan dalam suatu masa dimuka bumi disaat matahari terbenam dibelakangnya adalah dusta, dan sebagian cerita-cerita ini adalah mitos para Ahli Kitab dan temuan-temuan kebohongan mereka.
“Ia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam“ berarti ia melihat matahari menurut pandangannya terbenam ke dalam laut dan hal ini pun terjadi pada semua orang yang berada di pantai yang melihat seolah-olah matahari terbenam ke dalamnya (ke dalam laut). [Ibn Kathir, Tafsir-ul-Qur’ân Al-’Azim, Volume 5, halaman 120. Diterbitkan oleh Maktabat-ul-Iman, Mansoura, Mesir]
"Sehingga, apabila dia sampai di tempat terbenam Matahari, didapatinya matahari itu terbenam dalam mata air yang berlumpur hitam. Di sana didapatinya satu kaum. Kami berkata: Hai, Zulkarnain, adakalanya engkau siksa (kaum yang kafir itu) atau engkau perlihatkan kepada mereka kebaikan..." [Surah al-Kahfi 18 ayat 86]
Ungkapan ‘aynin hami’e’ yang terdiri dari kata ‘ayn’ = mata air’ dan ‘hami’ =lumpur atau dapat berarti pandangan yang kurang jelas Atau tipuan penglihatan, selain itu disana pun disebutkan adanya sekumpulan kaum manusia, kalau “hami” diartikan lumpur, tidak mungkin ada manusia yang hidup dalam lumpur, maupun dalam mata air. Itu sebabnya disana menggunakan kata ‘Hami’ yaitu pandangan yang kurang jelas
Jadi Maknanya jelas dari kalimat “didapatinya Matahari itu terbenam dalam mata air yang berlumpur hitam” adalah didapatinya, “nya” disini adalah Zulkarnaen, jadi Zulkarnaen melihat pandangan yang kurang jelas atau tipuan penglihatan matahari masuk kedalam mata air bukan.
Jika kita melihat matahari terbenam di layar televisi tepat seperti melihat matahari yang tenggelam di dalam laut. Warna-warni di layar berubah ketika matahari tenggelam di atas laut, ini terlihat berwarna keabu-abuan di layar televisi. Oleh karena itu, bagi orang-orang yang melihat hal ini, pemandangan terlihat seolah-olah tenggelam di dalam lautan berlumpur hitam.
Selain itu, ayat ini berhubungan dengan adanya belahan dunia ini. Ketika matahari di satu daerah belahan dunia timur tenggelam di sebelah barat, maka ditempat terbenamnya matahari itupun kita akan menemukan sekumpulan manusia di belahan bumi barat dan disini kita akan menemukan matahari malah terbit. Jadi ini sekaligus membuktikan bahwa bumi kita bulat.
Sekedar untuk perbandingan supaya adil, jika mereka boleh membahas Al-Qur’an, kita juga boleh dong membahas Alkitab?
Sekarang coba kita kaji ayat kitab agama tetangga sebelah tentang konsep bumi, sebenarnya banyak sekali ayat Bible yang sangat tidak masuk akal dan bertentangan dengan IPTEK apalagi penelitian ilmiah. Kalau saya posting semua maka note ini akan terlalu panjang. Maka untuk kali ini saya akan bahas satu pokok bahasan saja, yaitu tentang apakah bumi akan kiamat - atau tidak - menurut Alkitab? Kita lihat apakah ayat-ayat Bible itu masuk akal dan ilmiah.
Beberapa Ilmuwan telah mengatakan bahwa dunia akan kiamat, ada beberapa hipotesis, penelitian ilmiah dan dugaan-dugaan. Beberapa di antara mereka mungkin benar dan sebagian mungkin bisa salah.
Tapi terlepas apakah Dunia akan musnah atau tetap ada selamanya, keduanya tidak dapat terjadi dalam waktu bersamaan. Cuma salah satunya saja yang pasti terjadi
Sangat tidak masuk akal, tapi itulah yang dikatakan Bible dalam Ibrani 1:10-11 dan Mazmur 102:26-27 - Tuhan menciptakan Langit dan Bumi dan keduanya akan Musnah.
Ibrani 1:10-11: Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu.
Mazmur 102:26-27: Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah.
Dari kedua ayat ini dapat disimpulkan bahwa Tuhan menciptakan Langit dan Bumi dan keduanya akan Musnah.
Selanjutnya di bagian lain terdapat ayat-ayat yang benar-benar kebalikannya dari Mazmur 78:69 dan Pengkotbah 1:4 bahwa bumi akan ada Untuk selamanya.
Mazmur 78:69 :Ia membangun tempat kudus-Nya setinggi langit, laksana bumi yang didasarkan-Nya untuk selama-lamanya;.
Pengkotbah 1:4 :Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada.
Dari kedua ayat ini kesimpulannya bumi akan abadi
Jadi, mana yang benar? Mereka tidak akan dapat memilih yang mana diantara kedua ayat itu yang tidak Ilmiah.
Baik yang pertama maupun yang kedua, salahsatunya harus Ilmiah, tidak bisa keduanya. Jika dianggap benar keduanya maka itu tidak akan mungkin, sesuatu yang jelas kontradiktif satu sama lain. Tapi jika dianggap benar salah satunya, kok bisa ayat alkitab ada yang salah, apa mungkin Tuhan salah dalam berfirman? atau Tuhan kok plin-plan?
Wallahu’alam bisyawwab.
0 Komentar